Minggu, 03 Januari 2016

Apakah pasca Rasulullah Saw, Ahlulbait seperti anak-anak Ja’far dan anak-anak ‘Ali dan sebagainya juga telah murtad? Berikut Ulasannya


Orang-orang Syiah memandang Ahlulbait pada abad pertama sebagai kafir! Karena pada pelbagai literatur dan sumber yang menjadi andalan mereka disebutkan bahwa pasca Rasulullah Saw seluruh orang telah murtad, kecuali tiga orang: Salman, Abu Dzar, Miqdad. Sebagian berkata hanya tujuh orang yang tetap dalam Islam, namun tiada seorang pun dari Ahlulbait dari ketujuh orang ini. Bagaimana Ahlulbait yang lain seperti keturunan Ja’far dan keturunan Ali? Apakah mereka semua ini telah murtad?
Jawaban Global

Kemurtadan (irtidâd) para sahabat banyak dan dikemukakan secara mutawatir dalam pelbagai riwayat sahih dan standar Ahlusunnah. Sementara pada literatur dan sumber Syiah yang menjelaskan kemurtadan sahabat tidak lebih dari tiga riwayat. Itu pun, dalam terma ilmu hadis, termasuk khabar wahid (tunggal). Dan riwayat-riwayat lainnya memiliki masalah dari sisi sanad yang tidak dapat dijadikan sandaran.

Karena itu, saudara-saudara Ahlusnnah harus memberikan jawaban terkait dengan kemurtadan para sahabat dalam riwayat-riwayat mutawatir ini apa maksudnya? Adapun ulama Syiah meyakini bahwa kemurtadan yang disebutkan pada sebagian riwayat disandarkan pada sebagian sahabat dan tidak bermakna kafir dan kembali menyembah berhala; karena makna ini bertentangan dengan teks ayat al-Qur’an tentang para sahabat dan catatan-catatan sejarah. Dengan demikian, umumnya ulama Syiah memaknai kemurtadan (irtidâd) ini sebagai melanggar ikrar mereka terkait masalah wilayah dan membangkang Nabi Saw dalam masalah khilafah Imam Ali As; lantaran hanya berapa orang yang siap membela Baginda Ali As hingga harus berkorban jiwa dan sesuai dengan permintaan beliau sendiri, dengan kepala-kepala gundul dan pedang-pedang terhunus untuk datang membela beliau. Padahal orang lain sesuai dengan kesaksian sumber-sumber periwayatan yang kemudian berbagung dengan kelompok ini di antaranya adalah Ammar.

Adapun Ahlulbait sesuai dengan literatur sejarah dalam masalah khilafah seluruhnya membela Baginda Ali As dan apabila ada di antara mereka yang memilih diam, alasannya adalah mengikut Baginda Ali As sendiri dan menjaga kemaslahatan Islam. Namun jika ada seseorang dari kalangan Bani Hasyim maka hal itu tidak berarti bahwa ia adalah dari kalangan Syiah, atau pada setiap masa berjalan di atas rel kebenaran.


Jawaban Detil:

Untuk menjawab pertanyaan ini kiranya kita harus memperhatikan beberapa poin di bawah ini:

Pertama, kemurtadan para sahabat dalam riwayat-riwayat Ahlusunnah sangat banyak dan dikemukakan secara mutawatir dimana kami hanya mencukupkan diri dengan menyebut referensinya saja:
1. Syarh Shahîh Muslim, Nawawi, jil. 15-16, hal. 5 dan 59
2. ‘Umdat al-Qâri, 23/135.
3. Syarh Shahîh Bukhâri, Kermani, 23/63.
4. Al-Tamhid, Ibn ‘Abdilbarr, 2910/2.
5. Shahîh Bukhâri, Kitâb Riqâq, bab 53, hadis-hadis 6212; 2114.
6. Shahîh Muslim, Kitâb Fadhâil, bab 9.
7. Mishbâh al-Sunnah, 5370/3.
8. Al-Targhib wa al-Tarhib, Mindzari, 4/422.
9. Al-Nihâyat fii Gharib al-Hadits, Ibnu Atsir, 5/274.
10. Fath al-Bâri, Ibnu Hajar, 11/475.
11. Umdat al-Qâri, ‘Aini, 23/142.
12. Irsyâd al-Sâri, Qasthalani, 9/342.

Di sini kami hanya akan menyebutkan satu riwayat sebagai contoh di antara beberapa riwayat yang terdapat pada literatur-literatur Ahlusunnah dan kami persilahkan kepada ahli makrifat untuk merujuk pada literatur dan referensi yang lain:[1] Abu Hurairah menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda: “Aku berdiri di atas telaga Kautsar. Pada saat itu, sekelompok orang yang aku kenal datang. (salah seorang petugas dari petugas-petugas Allah yang menjagai mereka) keluar dan berkata kepada mereka: Marilah! Aku bertanya, “Kemana?” Jawabnya, “Demi Allah! Ke neraka. Aku bertanya, “Apa dosa mereka?” Jawabnya, “Mereka kembali kepada pikiran dan keyakinan mereka sebelumnya (jahiliyah). Kemudian ia membawa sekelompok orang lainnya yang aku kenal. (salah seorang petugas dari petugas-petugas Allah yang menjagai mereka) keluar dan berkata kepada mereka, “Marilah kita pergi!” Aku bertanya, “Kemana?” Jawabnya, “Ke neraka.” Aku bertanya, “Apa dosa mereka?” Jawabnya, “Mereka kembali kepada pikiran dan keyakinan mereka sebelumnya (jahiliyah). Aku pikir tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka kecuali bilangan kecil unta yang terpisah dari kelompoknya lantaran tiadanya penggembala, hilang dan tak-terurus.[2] (kiasan bahwa orang-orang yang selamat jumlahnya sangat sedikit). [3]

Adapun dalam literatur dan referensi Syiah hanya disebutkan beberapa riwayat pada dua kitab, Syaikh Mufid dan Rijal Kasysyi dimana mayoritas riwayat tersebut lemah dari sisi sanad. Hanya riwayat yang sanadnya berasal dari Ali bin Hasan Fadhal yang dapat dipercaya (muatssaq) dan tiga riwayat sahih lainnya.[4]

Bagaimanapun keempat riwayat ini, katakanlah, tidak bermasalah dari sisi sanad dan dalam terma ilmu hadis “khabar wahid” dimana terdapat perbedaan pendapat terkait dengan hujjiyah khabar wahid (boleh tidaknya ia dijadikan sebagai argumen) ini. Namun dengan asumsi hujjyah khabar wahid maka harus dilihat apa yang dimaksud dengan irtidâd dalam riwayat ini? Dengan memperhatikan banyak dan mutawatir-nya hadis-hadis tentang kemurtadan dalam literatur-literatur Ahlusunnah maka saudara-saudara Ahlusnnah harus memberikan jawaban terkait dengan kemurtadan para sahabat dalam riwayat-riwayat mutawatir ini apa maksudnya? Apa pun makna yang mereka sodorkan dan terima maka makna itu pun yang akan kita terima.

Kedua, riwayat-riwayat ini tidak sejalan dengan catatan-catatan sejarah. Bagaimana dapat dikatakan bahwa hanya tiga orang ini yang menolong Ali bin Abi Thalib; sementara Ibnu Qutaibah dan Thabari berkata sekelompok orang dari Bani Hasyim dan yang lain sebagai tanda protes terhadap Saqifah mereka duduk dan tidak meninggalkan rumah Ali bin Abi Thalib kecuali setelah ancaman dan dinyalakannya api di hadapan rumah.[5]

Ketiga, Syaikh Shaduq dalam kitab Khisal menyinggung sebagian orang yang mengingkari khilafah (Ali bin Abi Thalib) dan melancarkan protes terhadap khilafah (Abu Bakar). Syaikh Shaduq menjelaskan pelbagai protes yang mereka lancarkan. Nama-nama ini sampai dua belas orang.

Keempat, adanya tidak kesinambungan dalam teks hadis-hadis ini dalam bilangan jumlah orang yang menjadikan validitas hadis ini diragukan.

Kelima, bagaimana mungkin kita dapat mengingkari iman sebagian sahabat dimana Syiah dan Sunni sepakat dalam mengagungkan mereka. Orang-orang seperti Bilal, Hijr bin Udai, Uwais Qarni dan sebagainya demikian juga Bani Hasyim yang berada dalam barisan Imam Ali As dan tidak meninggalkan barisan tersebut dan hanya karena meneladani Baginda Ali As dan menjaga kemasalahatan Islam mereka memilih diam.[6]

Keenam, ihwal kemurtadan yang mengemuka dalam hadis-hadis tersebut ulama Syiah mengemukakan beberapa takwil atasnya. Ayatullah Subhani berpandangan bahwa kemurtadan ini tidak bermakna kafir, musyrik, dan kembalinya mereka kepada jahiliyah; melainkan tidak setianya mereka terhadap ikrar yang disampaikan pada hari Ghadir Khum. Sebuah riwayat dinukil mengisahkan bahwa Baginda Ali As meminta mereka besok untuk datang dengan kepala gundul dan hanya tiga orang yang datang. Riwayat ini merupakan bukti bahwa yang dimaksud dengan kemurtadan sebagian orang adalah mengundurkan diri dari perang bersama Baginda Ali As.[7]

Imam Khomeini Ra juga dalam kitab Thahârah-nya pada pembahasan apakah para penentang Syiah itu kafir atau tidak? Beliau berkata, “Orang-orang dikatakan Islam apabila diketahui keyakinannya terhadap uluhiyyah, tauhid, kenabian dan ma’âd (terdapat perbedaan ulama dalam hal ini).” Beliau berpandangan bahwa imamah merupakan ushul mazhab Syiah dan menentang ushul mazhab ini hanya akan mengeluarkan orang dari Syiah bukan Islam. Imam Khomeini dalam hal ini mengkaji riwayat-riwayat yang menyandarkan kekufuran kepada Ahlusunnah dan meyakini bahwa dalam penyandaran-penyandaran kekufuran ini bukan kekufuran dalam artian teknis. Lantaran hal ini berseberangan dengan riwayat-riwayat mustafidha[8] bahkan mutawatir dalam hal ini dan interaksi orang-orang Syiah dan para imam dengan Ahlusunnah (bahkan tidak dalam konteks taqiyyah).[9]

Dengan demikian, tiada jalan lain kecuali hal-hal ini dipredikasikan atas hukum-hukum batini; seperti misalnya dipredikasikan bahwa ganjaran akhirat tidak akan mereka dapatkan atau kekufuran dalam hal ini dinyatakan terkait dengan sebagian tingkatan kekufuran; lantaran pada sebagian riwayat lainnya orang-orang yang meninggalkan shalat, penzinah juga disebut sebagai kafir; namun orang-orang ini tidak disebut sebagai kafir dalam pengertian teknis dan khusus. Terkait dengan pernyataan bahwa pada hakikatnya mereka kafir dan secara lahir mereka menjalankan hukum-hukum Islam tidak dapat diterima dan dibenarkan. Karena disebutkan bahwa Islam tidak lain kecuali keyakinan terhadap beberapa prinsip yang telah disebutkan.[10]

Imam Khomeini dalam menganalisa riwayat ini juga menjelaskan, “Yang lebih dekat bahwa yang dimaksud dengan kemurtadan dalam riwayat-riwayat ini bermakna pelanggaran terhadap ikrar wilayah meski hal itu dilakukan secara terang-terangan atau ber-taqiyyah; bukan bermakna murtad dari Islam.[11]

Mir Damad juga dalam kitab Nibrâs al-Dhiyâh memandang bahwa kemurtadan ini bermakna menyimgpang dari barisan dan merampas kebenaran dari ahlinya.[12]

Ketujuh, boleh jadi sebagian riwayat ini, rekaan Ghulat dan Hasywiyah Syiah (firkah sempalan). Ayatullah Subhani pada akhir pembahasan berkata demikian, “Saya kira riwayat-riwayat semacam ini merupakan rekayasa Ghulat dan Hasywiyah (firkah sempalan Syiah) untuk mengukuhkan masalah wilâyah dan trik dalam menciptakan ketulusan (palsu) di kalangan Syiah; padahal riwayat-riwayat semacam ini bersebrangan dengan al-Qur’an, riwayat-riwayat Amirulmukminin[13] dan Imam Sajjad[14] dalam memuji sebagian sahabat.[15]

Kedelapan, pandangan Syiah terkait dengan sahabat seperti pandangan al-Qur’an terhadap sahabat. Al-Qur’an pada kebanyakan ayat-ayatnya memuji sahabat dan sebagian ayat lainnya mencela sahabat. Pada kebanyakan ayat al-Qur’an memuji sahabat misalnya baiat di bawah pohon. Pada saat yang sama al-Qur’an mencela orang-orang munafik di antara sahabat. Kalau seluruh sahabat dipandang adil, atau mereka semuanya dipandang murtad, kedua-duanya berseberangan dengan al-Qur’an.[16]

Ahlulbait, juga sesuai dengan catatan sejarah, dalam masalah khilafah seluruhnya membela Baginda Ali As. Namun seseorang dari Bani Hasyim, tidak menjadi dalil bahwa mereka itu Syiah, atau sepanjang masa ia senantiasa berjalan di atas rel kebenaran. [IQuest]

Untuk telaah lebih jauh, silahkan lihat: Jawaban Pertanyaan 1589 (Site: 1970), Indeks: Makna Kemurtadan para Sahabat dan Pembuktiannya.

Catatan Kaki:
[1]. Diadaptasi dari Pertanyaan 2799 (Site: 3502), Indeks: Kemurtadan Para Sahabat Pasca Wafatnya Rasulullah Saw.
[2]. Shahîh Bukhâri, Kitâb Riqâq, bab 53, hadis 2115; Lisân al-‘Arab, Ibnu Manzhur, jil. 15, hal. 135; Al-Targhib wa al-Tarhib, Mindzari, jil. 4, hal. 422; Al-Nihâyat fî Gharib al-Hadits, Ibnu Atsir, jil. 5, hal. 274; Fath al-Bâri, Ibnu Hajar, jil. 11, hal. 475; ‘Umdat al-Qâri, ‘Aini, jil. 23, hal. 142; Irsyâd al-Sâri, Qasthalani, jil. 9, hal. 342.
«بینا أنا قائم إذا زمرة، حتی إذا عرفتهم خرج رجل من بینی و بینهم، فقال: هلم، فقلت: أین؟ قال: الی النار والله، قلت: و ماشأنهم؟ قال: إنهم ارتدوا بعدک علی أدبارهم القهقری. ثم إذا زمرة، حتی إذا عرفتهم خرج رجل من بینی و بینهم، فقال: هلم، قلت: أین؟ قال: إلی النار والله. قلت: ماشأنهم؟ قال: أنهم ارتدوا بعدک علی أدبارهم القهقری، فلا أراه یخلص منهم الا مثل همل النعم».

[3]. Diadaptasi dari Pertanyaan 1589 (Site:1980), Indeks: Makna Kemurtadan Sahabat dan Dalil-dalilnya.
[4]. Syaikh Thusi, Ikhtibâr Ma’rifat al-Rijâl (populer dengan Rijal Kasysyi), hal. 19, hadis 17, 18, 20, 21. Ja’far Subhani, Ma’a al-Syiah al-Imâmiyah fii ‘Aqâidihim, hal. 177-178; cetakan pertama, Dar al-Adhwa’, Beirut, 1414 H.
[5]. Silahkan lihat, Ja’far Subhani, Ma’a al-Syiah al-Imâmiyah fii ‘Aqâidihim, hal. 178-179; cetakan pertama, Dar al-Adhwa’, Beirut, 1414 H. Ayatullah Subhani dalam kitab ini menyebutkan sebagian dari kitab-kitab Thabari, al-Imamah wa al-Siyasah, dan Tarikh Ya’qubi dimana orang-orang ini juga disebutkan pada kitab tersebut.
[6]. Silahkan lihat, Ma’a al-Syiah al-Imâmiyah fii ‘Aqâidihim, hal. 180-181.
[7]. Ibid, hal. 181.
[8]. Hadis-hadis yang mendatangkan kemantapan hati (ithminan), tingkatannya di atas khabar wahid (menghasilkan asumsi) dan di bawah riwayat mutawatir (menghasilkan keyakinan)
[9]. Imam Khomeini, Kitâb al-Thahârah, jil. 3, hal. 437, cetakan pertama, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar-e Imam Khomeini, 1379 S. Diadaptasi dari Pertanyaan 2808 (Site:3501).
[10]. Imam Khomeini, Kitâb al-Thahârah, jil. 3, hal. 438
[11]. Imam Khomeini, Kitâb al-Thahârah, jil. 3, hal. 446
[12]. Mir Damad, Nibras al-Dhiyâ’ wa Tiswa al-Sawâ fi Syarh Bâb al-Bidâ wa Itsbât Jadwi al-Do’â, hal. 54, Daftar Nasyr-e Mirats Maktub, Teheran, Wizarat-e Farhangg-e wa Irsyad-e Islami.
[13]. Nahj al-Balâgha, Khutbah 56 dan 182.
[14]. Shahifa Sajjadiyah, Doa Keempat.
[15]. Subhani, Ma’a al-Syiah al-Imâmiyah fii ‘Aqâidihim, hal. 178-179; cetakan pertama, Dar al-Adhwa’, Beirut, 1414 H.
[16]. Ja’far Murtadha ‘Askari, Ma’âlim al-Madrasatain, jil. 1, hal. 130-135, cetakan keempat, Muassasah Bi’tsat, Teheran, 1412 H.

(Islam-Quest/erfan/STI)

Sayidah Zainab dan Ketegaran Sejati


Sayidah Zainab al-Kubra as adalah sosok wanita suci yang selalu sabar dalam menghadapi berbagai musibah dan ujian berat. Putri Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fatimah az-Zahra as itu wafat pada tanggal 15 Rajab. Beliau lahir di kota Madinah pada tahun ke-6 H. Sayidah Zainab as besar dalam keluarga orang-orang mulia, suci dan tempat turunnya wahyu, yaitu keluarga yang dijamin kesuciannya dalam al-Quran. Mereka adalah kakeknya, Nabi Muhammad Saw, ayahnya, Imam Ali as, ibunya, Sayidah fatimah as, kedua saudaranya, Imam Hasan dan Imam Husein as.

Sayidah Zainab as adalah sosok perempuan yang tegar dalam menghadapi semua musibah dan penderitaan. Sejak kecil, beliau telah menghiasi diri dengan kemuliaan dan kesempurnaan. Perkataan dan perilaku beliau telah menjadi hiasan bagi ayahnya. Dalam riwayat disebutkan bahwa martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, kesucian dan kesederhanaan serta kesopanan beliau persis seperti Sayidah Fatimah as, kefasihan dan retorika beliau dalam berpidato mirip dengan Imam Ali as, kelembutan dan kesabaran beliau mirip Imam Hasan as, sedangkan keberanian dan kekuatan hati beliau mirip dengan Imam Husein as. Dapat dikatakan bahwa semua kebaikan Ahlul Bait as seakan-akan ada dalam diri beliau.

Sejak kecil, Sayidah Zainab as menghadapi beragam fitnah dan musibah. Meski demikian, beliau telah menyiapkan diri untuk menghadapi badai dahsyat yang dibuat oleh orang-orang zalim yang haus dengan kekuasaan. Di usia yang belum genap lima tahun, beliau telah kehilangan kakeknya, Rasulullah Saw, yang selalu memberikan kasih sayang. Wafatnya Rasulullah Saw adalah musibah pertama yang telah melukai jiwa lembut Sayidah Zainab as. Musibah ini bagi beliau, terutama bagi ibunya, Sayidah Fatimah as, adalah ujian yang sangat berat.

Dari masa kanak-kanak, Sayidah Zainab as telah menyaksikan penderitaan ibunya pasca wafatnya Rasulullah Saw, di mana kesedihan tersebut telah menyebabkan Sayidah Fatimah as jatuh sakit, dan beberapa bulan kemudian Putri Rasulullah Saw itu meninggal dunia. Dengan demikian, Sayidah Zainab as menikmati kecintaan ibunya tidak lebih dari lima tahun.

Kenangan-kenangan pahit dan manis di masa singkat tersebut telah menjadikan beliau siap untuk terus bergerak dan berjuang di jalan Allah Swt dan menyambut segala bentuk musibah dan persoalan kehidupan. Suatu hari, Sayidah Fatimah as menyampaikan pidato di masjid Rasulullah Saw untuk membela hak-hak Ahlul Bait as. Sayidah Zainab as hadir dalam pidato ibunya tersebut dan beliau mencatat semua perkataan ibundanya sehingga beliau terhitung sebagai salah satu perawi khutbah terkenal Sayidah Fatimah as.

Kesedihan Sayidah Fatimah as pasca wafat ayahandanya, Rasulullah Saw, sangat berat di hati mungil Sayidah Zainab as, namun semangat dan kemampuan beliau dengan cepat menempati hati Sayidah Fatimah as dan bahkan memulihkan hati ayahnya yang dipenuhi dengan kesedihan.

Meski lebih muda dari kedua saudaranya, namun Sayidah Zainab as mewarisi sifat-sifat ibundanya. Ikatan emosional antara beliau dengan Imam Hasan dan Husein as sulit untuk digambarkan. Hubungan emosional tersebut berlanjut hingga akhir usia beliau. Sedetikpun Sayidah Zainab as tidak dapat menjauh dari kedua saudaranya, beliau selalu memberikan cinta dan kasih sayang kepada kedua saudara itu seperti seperti halnya yang dilakukan ibunya.

Setelah wafatnya Sayidah Fatimah as, Sayidah Zainab as menyaksikan sikap diam ayahnya selama 25 tahun. Imam Ali as di masa itu terpaksa diam ketika hak-haknya dirampas demi kepentingan dan maslahat kaum Muslimin. Sayidah Zainab as juga melewati masa kekhalifahan ayahnya selama kurang lebih lima tahun hingga pada akhirnya Imam Ali as pada malam 19 Ramadhan 40 H meneguk cawan kesyahidan di mihrab masjid Kufah.

Pasca wafatnya Rasulullah Saw dan Sayidah Fatimah as, hati Sayidah Zainab as bergantung pada Imam Ali as. Kasih sayang ayahnya itu telah menjadi pelipur lara dalam kesedihan, namun setelah Imam Ali as tiada, maka tidak lagi seorang ayah yang menjadi tumpuannya, sehingga perpisahan dengan ayahnya itu sangat sulit bagi beliau.

Meski demikian, beliau tetap tegar dan sabar dalam menghadapi segala musibah. Beliau adalah teladan kesabaran dan ketegaran yang tidak akan runtuh hanya karena berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Beliau datang untuk membuat sebuah epik dan membuktikan hakikat dan kebenaran Ahlul Bait as. Beliau datang untuk memberikan pelajaran keteguhan dan ketegaran hingga mencapai kemuliaan dalam menghadapi semua fitnah dan musibah.

Setelah Imam Ali as wafat, Sayidah Zainab as menyaksikan kezaliman terhadap saudaranya, Imam Hasan as. Penindasan yang dialami Imam Hasan as sama seperti kezaliman yang menimpa ayahnya. Sayidah Zainab as menyaksikan pembelotan masyarakat dan konspirasi musuh serta propaganda luas Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap saudaranya. Dalam kondisi tersebut, beliau selalu menyertai Imam Hasan as dan pada akhirnya menyaksikan kesyahidan saudaranya itu.

Sayidah Zainab as tetap bersabar dalam menghadapi musibah besar tersebut. Pasca wafatnya Imam Hasan as, beliau menyertai saudaranya, Imam Husein as, pergi ke Karbala pada tahun 60 H. Peristiwa Karbala adalah puncak dari musibah yang dihadapi oleh Sayidah Zainab as. Tidak lama setelah 18 orang dari keluarganya, termasuk anak-anak dan saudaranya, gugur syahid, beliau menyaksikan kesyahidan Imam Husein as, yaitu sebuah musibah yang langit dan bumi pun tidak mampu menahannya. Dalam kondisi tersebut dan bahkan ketika beliau dan keluarganya ditawan oleh musuh, Sayidah Zainab as tetap bersabar, dan meyakini bahwa beliau harus melaksanakan kewajiban agama, politik, dan sosial terbesar.

Setelah kesyahidan Imam Husein as di padang Karbala, Sayidah Zainab as memikul sejumlah tugas penting: pertama, merawat dan melindungi Imam Sajjad as, putra Imam Husein as, dari serangan musuh. Kedua, melindungi para wanita dan anak-anak yang ditawan musuh. Ketiga, menyampaikan berita kesyahidan Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya, serta mengungkap skandal dan kezaliman Yazid di hadapan masyarakat.

Yazid dan pengikutnya menyebarkan propaganda luas supaya langkah Imam Husein as dianggap sebagai gerakan anti-agama dan bertentangan dengan kepentingan umat Islam. Yazid menyebarkan fitnah bahwa Imam Husein as sedang mengejar kekuasaan dan materi dalam revolusinya sehingga ia dengan mudah menumpas para penentangnya. Namun Sayidah Zainab telah menjadi penghalang propaganda itu, dan bahkan juga mengungkap kejahatan dan kebusukan Yazid dan pengikutnya.

Dalam pidatonya yang berapi-api, Sayidah Zainab telah mengguncang pemikiran keliru masyarakat di masa itu. Warga Kufah yang hampir 20 tahun tidak mendengar pidato Imam Ali as, mereka terhentak dengan suara Zainab as yang nadanya seperti perkataan Ali as. Perkataan Sayidah Zainab as yang begitu fasih dan keberanian beliau telah membuat takjub Hazlum Ibnu Katsir, seorang ahli balaghah. Ia mengatakan, "Seakan-akan Zainab berbicara dengan bahasa Ali."

Selain kefasihan dalam berbicara, Sayidah Zainab as juga menjaga kesuciannya sebagai seorang Muslimah. Salah satu perawi yang meriwayatkan pidato beliau mengatakan, "Aku bersumpah demi Allah, aku tidak melihat seorang perempuan pun yang lebih fasih dan lebih berilmu dari perempuan yang menjaga kesuciannya ini."

Dalam waktu yang singkat, Sayidah Zainab as mampu menyampaikan suara kebenaran dan anti-penindasan kepada masyarakat. Beliau juga menyampaikan ketertindasan Imam Husein as yang menuntut keadilan. Selain itu, tindakan beliau juga telah melindungi agama dari penyimpangan.

Dalam waktu singkat, kezaliman Yazid terungkap. Meski telah membantai Imam Husein as dan keluarganya serta menawan para wanita dan anak-anak Ahlul Bait as, Yazid tidak mampu mencapai tujuannya, bahkan sebaliknya kejahatannya terungkap. Setelah kejahatannya terungkap, Yazid berusaha melemparkan kesalahannya kepada Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah, dan berlepas tangan dari dosa-dosanya. Namun Ahlul Bait Rasulullah Saw telah mengungkap semua kebusukan Yazid dan antek-anteknya.

(IRIB-Indonesia/ABNA/erfan/STI)

Sayidah Zainab as, Perempuan Paling Sabar dari Nabi Ayyub


Kendati Nabi Ayyub as terkenal sebagai orang yang sabar dan beragam musibah berat telah menimpanya, namun kesusahan dan kesedihan ini akhirnya berakhir dan kehidupannya lebih banyak dilalui dengan kesenangan.

Lebih sabar lagi dari Nabi Ayyub as adalah seorang yang kehidupannya dari kecil sampai tua dipenuhi dengan kesedihan. Ia adalah Zainab Kubra binti Ali bin Abi Thalib as, induk segala musibah. Di masa kecil ia menyaksikan segala kezaliman yang dilakukan terhadap ayah dan ibunya. Pasca itu ia sebagai perawat kepala ayahnya yang terbela, ia mencuci hati kakaknya Imam Hasan Mujtaba as yang hancur berkeping-keping dengan air mata. Ia menanggung segala musibah berat dalam tragedi yang sangat menyedihkan, yaitu peristiwa Karbala dan pada saat yang sama semua itu baginya tidak lain hanyalah keindahan.


Siapakah Zainab as?

Ia adalah putri Amirul Mukiminin Ali bin Abi Thalib as dan Fathimah az-Zahra as. Ia bernama Zainab dan dikenal dengan sebutan Aqilah Bani Hasyim dan Shiddiqah Shughra. Julukannya adalah Ummu Kultsum Kubra dan Ummu Abdillah. Berdasarkan riwayat masyhur ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 6 Hq. Ia dinamakan Zainab yang berarti perempuan yang cantik atau hiasan ayah.


Ilmu Sayidah Zainab as

Sayidah Zainab mendapat pendidikan wahyu di pangkuan Ali as dan Fathimah az-Zahra as. Meski ibunya meninggal dunia saat ia masih kanak-kanak, namun di masa yang tidak lama ini ia berhasil menukil hadis dari ibunya. Sanad khotbah Fadak sampai kepadanya dan tidak asing bagi siapapun bahwa penukilan hadis ini, dengan segala kefasihan dan keuniversalannya, menunjukkan kesempurnaan pertumbuhan dan pemahaman serta keilmuannya.

Pidato Sayidah Zainab as selama safari Karbala adalah bukti derajat keilmuan dan kesempurnaannya. Keilmuan yang membangkitkan semua orang sehingga pasca khotbah di Kufah Imam Sajjad as berkata kepada bibinya, "Anti Bihamdillahi Aalimah Ghairu Muallamah Wa Fahimah ghairu Mufahhamah." "Segala puji bagi Allah, Engkau adalah seorang wanita pandai tanpa diajar dan paham tanpa dipahamkan seseorang."


Pengorbanan dan jihad

Ketika Sayidah Zainab as merasa bahwa tanggung jawab besar jihad di jalan Allah berada di pundaknya. Ia meninggalkan segala harta kekayaannya dan siap mendampingi imam zamannya Husein as dengan penuh keberanian dan pengorbanan. Pasca syahadahnya Imam Husein as, ia merasa bertanggung jawab untuk menjaga jiwa Imam Sajjad as. Oleh karena itu, di bawah kondisi yang paling sulit ia bertahan menghadapi para pezalim. Ia mempermalukan dan mengungkapkan kezaliman serta kejahatan mereka.


Induk Segala Musibah

Pasca peristiwa wafatnya Rasulullah dan Syahadahnya Sayidah Fathimah az-Zahra as, kehidupan Sayidah Zainab dilanjutkan di Kufah sampai ketika Ibnu Muljam dengan pedangnya yang dilumuri racun membela kepala ayahnya Imam Ali bin Abi Thalib as. Syahadah ayah dan perpisahan dengannya betul-betul sulit bagi putrinya. Karena setelah wafat kakeknya Rasulullah Saw dan syahadah ibunya, hati Zainab bergantung pada ayahnya dan kasih sayang ayahnya-lah yang bisa menenangkan jiwanya yang berduka, namun kini duka perpisahan dengan ayah menambah segala dukanya selama ini. Ia menyaksikan pengkhianatan masyarakat dan konspirasi musuh yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan terhadap kakaknya Imam Hasan Mujtaba as.

Setelah menyaksikan perjanjian damai Imam Hasan as dengan Muawiyah, Sayidah Zainab as kembali ke Madinah bersama kakak-kakak dan keluarganya. Wanita pandai Bani Hasyim ini betul betul menyadari bagaimana masyarakat mengorbankan Imam maksum Hasan al-Mujtaba as demi cita-cita dan kemaun kotor mereka. Ia juga merasakan segala kepedihan yang dirasakan oleh Imam Hasan as dan menjadi saksi kesedihan dan syahadah beliau yang terzalimi. Bahkan penghinaan mereka terhadap jenazah Imam Hasan as. Betapa pedihnya hati Zainab menyaksikan dan menganggung semua ini.


Pembawa Pesan Karbala

Periode kehidupan Sayidah Zainab as yang paling gemilang adalah ketika ia mendampingi cinta dan syahadah di sisi Sayid as-Syuhada Imam Husein as.

Meski sejarah kehidupan beliau dari sejak lahir sampai awal keberangkatan Imam Husein as menuju Karbala bisa didapatkan di dalam sejarah secara terpisah-pisah dan masih banyak yang belum diketahui, namun tahun-tahun terakhir kehidupannya sejak ia mendampingi Imam Husein as di Karbala betul-betul jelas dan abadi dalam sejarah.

Bisa dikatakan bahwa keabadian nama Zainab as dalam sejarah terikat dengan kebangkitan Imam Husein as, sebaliknya keabadian kebangkitan Imam Husein as juga terikat dengan pesan Sayidah Zainab as. Karena salah satu sisi kebangkitan Imam Husein as yang paling jelas dan bisa dikaji bersumber dari pesan Sayidah Zainab. Sayidah Zainab as adalah perawi sejarah Kebangkitan Sayid as-Syuhada.

Aqilah Bani Hasyim bergerak bersama sejarah Karbala. Seluruh kejadian dan peristiwanya terkait dengan Sayidah Zainab Kubra as. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kalau sejarah Karbala ini menyangkut sebagian besar dari sejarah kehidupan Imam Husein as, ia juga menyangkut sebagian besar dari sejarah kehidupan Sayidah Zainab as.

Oleh karena itu, kehidupan Sayidah Zainab as tidak bisa dikaji tanpa menyertakan peristiwa Karbala. Meski sebagian dari peristiwa tahun 61 Hq terkait dengan aktifitas politik dan sosial Sayidah Zainab, namun banyak sumber yang menyebutkannya.


Tangisan Jibril atas Musibah Zainab as

Diriwayatkan bahwa setelah lahirnya Sayidah Zainab, Husein as yang masih berusia tiga sampai empat tahun mendatangi kakeknya Rasulullah Saw seraya berkata, "Allah telah memberikan seorang saudara perempuan kepadaku!" Mendengar ucapan itu Rasulullah Saw berubah menjadi sedih dan meneteskan air mata. Husein as bertanya, "Mengapa anda sedih dan menangis? Rasulullah Saw menjawab, "Wahai cahaya mataku! Dengan segera rahasianya akan jelas bagimu."

Sampai pada suatu saat ketika malaikat Jibril mendatangi Rasulullah Saw sambil menangis dan Rasulullah menanyakan sebab tangisannya. Malaikat Jibril menjawab, "Putri ini dari mulai lahir sampai akhir hidupnya senantiasa menghadapi musibah dan kesedihan. Terkadang ia terkena musibah perpisahan denganmu. Satu masa ia bersedih karena wafat ibunya. Kemudian bersedih karena syahadah saudaranya Hasan. Dan Musibah yang paling menyedihkan adalah musibah tragedi Karbala sehingga badannya membungkuk dan rambut kepalanya memutih."

Rasulullah Saw menangis tersedu-sedu dan menempelkan wajahnya yang penuh dengan air mata ke wajah Zainab. Sayidah Fathimah az-Zahra menanyakan sebab tangisan Rasulullah Saw. Rasulullah menjelaskan sebagian musibah yang akan menimpa Sayidah Zainab kepada Sayidah Fathimah as.

Sayidah Fathimah as bertanya, "Wahai Ayah! Apa pahala orang yang menangisi musibah yang menimpa putriku Zainab? Rasulullah Saw bersabda, "Pahalanya sama dengan pahala orang yang menangisi musibah yang menimpa Hasan dan Husein as. (Khashaish az-Zainabiyah, hal 155 Nasihk at-Tawarikh az-Zainab as)

(IRIB Indonesia/erfan/STI)

Sayidah Zainab Manifestasi Semangat Syahadah


Sayidah Zainab al-Kubra as lahir dari keluarga wahyu. Ayahnya, Ali bin Abi Thalib as merupakan pejuang Islam paling berani di medan tempur.

Sementara ibunya adalah Sayidah Fathimah as, perempuan pemberani yang memiliki kesempurnaan. Imam Ali as senantiasa berdoa agar mendapat anugerah mati syahid.

Itulah mengapa dalam perang Uhud, beliau begitu sedih tidak berhasil meraih cawan syahadah. Tapi kabar gembira yang disampaikan oleh Rasulullah Saw bahwa beliau akhirnya akan meninggalkan dunia dalam keadaan syahid begitu membuatnya gembira dan bersyukur kepada Allah.

Akhirnya, Imam Ali as mencapai kebanggaan sebagai syahid dan meninggal dunia pada tanggal 21 Ramadhan tahun ke-4 Hijriah.

(IRIB-Indonesia/erfan/STI)

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq


Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah Saw ini, Imam Jafar Shadiq dilahirkan di kota Madinah. Sejak usia 34 tahun, beliau menjadi pemimpin umat memegang tampuk imamah. Tampaknya, tidak ada para Ahlul Bait Rasulullah Saw yang memiliki kesempatan begitu luas seperti Imam Sadiq dalam menyebarkan ajaran Islam dan ilmu pengetahuan serta mendidik para murid.

Imam Shadiq hidup di masa ketika Dinasti Umayah sedang mengalami kemunduran, dan Dinasti Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Di tengah pertarungan kekuasaan kedua dinasti itu, Imam Shadiq menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam. Periode kehidupan Imam Shadiq merupakan era pemikiran dan munculnya berbagai aliran dan mazhab. Situasi dan kondisi tersebut menyulitkan masyarakat Muslim untuk menemukan ajaran-ajaran Islam yang benar dan menyeret mereka kepada jalan sesat. Namun cahaya petunjuk Imam Shadiq yang terang benderang telah menyinari sudut-sudut kegelapan pemikiran masyarakat ketika itu.

Para ulama dari berbagai mazhab Islam memandang Imam Shadiq sebagai pelopor berbagai ilmu seperti kalam, fikih, tafsir, akhlak dan disiplin ilmu lainnya. Dilaporkan tidak kurang dari empat ribu orang dengan semua perbedaan yang mereka miliki, telah menimba ilmu kepada Imam Shadiq dan menulis berbagai karya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan ketinggian akhlaknya.

Bertepatan dengan peringatan pekan persatuan Islam kali ini, menarik kiranya untuk menggali pandangan Imam Shadiq mengenai persatuan Islam. Imam Shadiq menyebut sesama Muslim sebagai satu saudara, dan mereka tidak boleh bersikap saling memusuhi.

Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq disebutkan bahwa "Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Seorang Muslim adalah cermin dan panduan Muslim lainnya. Seorang Muslim tidak akan pernah mengkhianati, menipu dan menindas Muslim lainnya, dan tidak berbohong kepadanya serta tidak mengghibahnya."

Imam Shadiq selalu berpesan kepada para pengikut Ahlul Bait untuk menjalin hubungan baik dengan para pengikut mazhab Islam lain. Perilaku, perbuatan dan perkataan beliau telah menarik perhatian para pemimpin dan para pengikut berbagai mazhab lainnya. Beliau berkata, “Satu sama lain harus saling mencintai. Mereka berbuat kebaikan kepada sesamanya dan saling menyayangi”.

Imam Shadiq memberikan nasehat kepada para pengikutnya supaya saling mengasihi sesama Muslim. Imam Shadiq berkata, “Sampaikan salam kepada para pengikutku dan katakan kepada mereka Allah swt merahmati hamba-Nya yang mencintai sesama,”.

Di bagian lain statemennya, Imam Shadiq menegaskan solidaritas dan persaudaraan seagama yang berpijak pada tiga faktor. Pertama meninggalkan kedengkian untuk mencegah dan menghindari lemahnya masyarakat Islam, sehingga umat Islam tidak terpecah belah dan tercerai-berai. Faktor kedua, saling meningkatkan ikatan persaudaraan dan solidaritas. Faktor ketiga saling membantu sehingga meningkatkan kemuliaan umat Islam.

Kemuliaan akhlak dan ketinggian ilmu Imam Shadiq telah menarik perhatian Abu Hanifah dan para pemimpin mazhab Ahlus Sunnah lainnya sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi beliau untuk memanfaatkan kekayaan ilmu cucu Rasulullah Saw ini.

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi hadir di kelas-kelas Imam Shadiq selama dua tahun. Terkait hal ini, ia berkata, "Kalau bukan karena dua tahun [menimba ilmu dari Imam shadiq], maka Nu`man (Abu Hanifah) telah celaka." Malik bin Anas, pemimpin mazhab Maliki mengenai Imam Shadiq berkata, "Belum ada mata yang melihat dan belum ada telinga yang mendengar serta belum ada manusia yang hadir dalam hati, yang lebih baik dari Imam Jafar Shadiq dari sisi keutamaan, ilmu, ibadah, wara` dan ketakwaannya."

Orang-orang yang hadir dalam majelis ilmu Imam Shadiq mengakui keunggulan beliau di bidang ilmu pengetahuan, meskipun sebagian dari mereka tidak sejalan dengan garis pemikirannya. Imam Shadiq mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan.

Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa.Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Berbagai kitab sejarah baik dari kalangan Sunni maupun Syiah menjelaskan dialog dan perdebatan ilmiah yang diikuti oleh Imam Shadiq. Menariknya, seluruh perdebatan tersebut tidak berujung debat kusir, apalagi pertengkaran. Imam Shadiq kepada para pengikutnya menekankan prinsip akhlak mulia di berbagai bidang, termasuk ketika berdialog. Beliau sangat menjunjung tinggi pesan al-Quran dalam berdialog untuk menggunakan cara yang baik, atau “Jidal Ahsan”.

Para lawan Imam Shadiq pun mengakui ketinggian akhlaknya. Ketika pihak lawan dalam debat menyampaikan pandangan, beliau mendengarkan argumentasinya hingga selesai, lalu secara singkat menanggapinya. Beliau juga menghormati dan menjaga etika berdebat, kemudian mengemukakan pandangannya dengan kalimat yang benar dan berisi, yang disampaikan secara singkat dan padat. Ketika berdebat, Imam Shadiq membela keyakinannya secara tegas dan terang-terangan, tapi disampaikan dengan cara yang bijaksana.

Imam Shadiq meminta para pengikutnya untuk menghormati sesama Muslim, dan menjaga persatuan Islam. Cucu Rasulullah Saw ini memberikan nasehat kepada salah seorang sahabatnya bernama Zaid bin Hisyam supaya menghormati Ahlusunnah.

Beliau berkata, “Datangilah masjid-masjid mereka dan shalatlah di sana. Jenguklah mereka jika sakit, dan iringilah jenazahnya ketika mereka meninggal. Bersikap baiklah kalian, sehingga mereka datang dan ikut bersama-sama shalat dengan kalian. Jika akhlak kalian demikian, mereka akan berkata inilah pengikut mazhab Jafari; Tuhan merahmati Imam Shadiq yang telah mendidik pengikutnya demikian..... Tapi jika akhlak kalian buruk, maka mereka akan memandang buruk mazhab Jafari, dan menilai sebegitu burukkah Imam Shadiq mendidik para pengikutnya”.

Suatu hari Hisyam bin Hakam menanyakan kepada Imam Shadiq alasan mengapa umat Islam diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji. Imam Shadiq menjawab, “Allah swt menciptakan makhluk supaya mereka menaati aturan agama dan menjauhi yang dilarang agama, demi kemaslahatan hidupnya di dunia. Dalam ibadah Haji terdapat sarana bagi orang-orang yang ada di timur dan barat untuk saling mengenali. Lalu kelompok dan suku yang satu mengunjungi satu kota ke kota lain, sehingga terjalin perniagaan yang menguntungkan di antara mereka... selain itu warisan Rasulullah saw lebih dikenali dan selalu teringat dan tidak akan pernah terlupakan,”

Dalam pandangan Imam Shadiq fondasi kuat dari persatuan Muslim adalah itikad baik dan berbuat baik serta saling membantu. Mengharapkan terwujudnya sebuah umat yang kuat dan terorganisir tanpa infrastruktur moral yang kokoh hanya sekedar penantian sia-sia. Akar perpecahan dan kelemahan masyarakat Muslim harus dilihat dari moralitas umat Islam sendiri.

Selain menekankan masalah akhlak dan persatuan Islam, Imam Shadiq menegaskan mengenai masalah politik dan nasib masyarakat, termasuk mengkritik kinerja buruk pemerintahan lalim yang merugikan masyarakat.

(IRIB-Indonesia/erfan/STI)

Lucy Bushill-Matthews, Menemukan Damai dalam Islam


Menjadi mualaf di negara mayoritas non-Muslim, dibutuhkan perjuangan dan kesabaran ekstra untuk menghadapi setiap tantangan. Bila tak kuat, bukan tak mungkin, Islam hanya akan menjadi olok-olokan dan cemoohan banyak orang.

Namun, bila berhasil menaklukkan tantangan itu, cahaya Islam akan senantiasa menyinari setiap sanubari manusia.

Situasi seperti inilah yang dialami Lucy Bushill-Matthews, perempuan asli Inggris yang telah menjadi Muslimah selama 21 tahun. Perkenalan Lucy dengan Islam terbilang sangat sederhana. Dalam buku memoarnya yang berjudul “Welcome to Islam”, ibu dari tiga orang anak ini menuturkan kisah perjalanan hidupnya dalam menemukan Islam.

Saat itu, usianya baru menginjak 16 tahun. Oleh kedua orang tuanya yang asli Inggris, ia dimasukkan ke sekolah berasrama (boarding school) tradisional Inggris.

Sebelumnya, Lucy selalu menempuh pendidikan di sekolah khusus perempuan yang siswanya beragama Kristen. Di sekolah baru ini siswanya campur, laki-laki dan perempuan.

Saat mengenyam pendidikan di sekolah barunya inilah, Lucy berkenalan dengan Julian, seorang pemuda Muslim berdarah campuran Inggris-Iran. Secara fisik, sosok Julian tak ada bedanya dengan pemuda Inggris lainnya.

Namun, perilaku dan kebiasaan Julian, membuat Lucy tertarik. Julian tidak pernah minum minuman yang mengandung alkohol. Bahkan, segelas anggur pun tak akan disentuhnya. Kebiasaan ini tentu saja berbeda dan terlihat aneh dengan kebiasaan remaja Inggris, yang senantiasa menghabiskan akhir pekan dengan minuman keras dan mabuk-mabukan.

Perilaku Julian yang dianggapnya 'tidak wajar' ini membuat Lucy ingin mengetahui lebih jauh tentang sikapnya. Maka itu, pertemanannya dengan Julian, ia manfaatkan untuk bertanya tentang sikapnya dan Islam. Dari penjelasan-penjelasan yang diberikan Julian, membuat Lucy makin tertarik dengan ajaran yang dianut Julian

Perlahan-lahan, Lucy mempelajari Islam dari berbagai buku dan orang Muslim di Inggris. Di waktu luang, Lucy mulai berani berkunjung ke sebuah masjid dekat Regent's Park, London.

Penjaga masjid mengajaknya berkeliling masjid. Di akhir kunjungan, dia diberi buku berjudul “What Everyone Should Know about Islam and Muslims”. Buku tersebut menurut Lucy, bisa menjawab beberapa pertanyaan yang selama ini berkecamuk di hatinya.

''Sebelum meninggalkan masjid, sekilas aku melihat tempat shalat di dalam masjid. Tidak ada furniturnya, hanya ada karpet dari tembok ke tembok dan beberapa orang tampak sedang membaca doa dalam hati. Kulihat mereka tenang dan penuh pengharapan memanjatkan doa,'' papar Lucy mengenang pengalaman pertamanya mengunjungi masjid.

Ketertarikannya untuk mengenal tentang Islam lebih jauh semakin kuat, manakala ia dan seorang temannya mendapat undangan makan malam dari sebuah keluarga Muslim berkebangsaan Israel. Saat itu, Lucy tengah mengikuti program kerja remaja Inggris pada sebuah komunitas Yahudi (kibbutz) di bagian utara Galilee di Israel.

Keluarga Muslim yang mengundangnya makan malam, jelas Lucy, adalah sebuah keluarga sederhana bahkan bisa dibilang memiliki kehidupan yang tergolong miskin.

''Mereka hanya punya dua ekor ayam di pekarangan mereka. Dan mereka memotong satu ayam itu untuk kami. Kami menyantap hidangan yang sangat lezat dan tidak memberi mereka apa pun,'' ujarnya.

Sekembalinya ke Inggris, ketertarikan Lucy terhadap Islam semakin kuat. Untuk menambah keyakinannya tentang Islam, Lucy memutuskan untuk bergabung dengan perkumpulan mahasiswa Muslim di lingkungan kampusnya, Universitas Cambridge. Padahal saat itu, ia belum memeluk Islam.

Lucy pun semakin giat mempelajari Islam dari berbagai buku bacaan, yang banyak mengulas ajaran Islam dan komunitas Muslim. Salah satu buku yang dibacanya adalah “Islam: Beliefs and Teachings” karya Sarwar G.

''Ibadah Muslim mulai sedikit masuk akal bagiku begitu aku tahu artinya dalam bahasa Inggris. Ikrar keimanan harus diucapkan berulang kali, setiap shalat lima waktu. Berpuasa satu bulan dalam setahun. Menyumbangkan hartanya sekali setiap tahun, dan mengunjungi Makkah sekali seumur hidup. Muslim boleh beribadah lebih dari semua itu, tetapi tak boleh mengurangi kewajiban pokok itu,'' papar Lucy mengenang perkenalannya dengan ajaran Islam.


Menjadi Muslimah

Puncak dicinta ulam pun tiba. Bila hati sudah semakin mantap, apa pun tak akan mungkin melepaskannya. Begitulah kata pepatah. Ungkapan ini layak disematkan pada Lucy.

Suatu malam di bulan November 1991, Lucy tak bisa tidur nyenyak. Dia merasa gelisah. Kegelisahannya karena memikirkan tentang Tuhan. Berkali-kali ia membolak-balikkan badan dan berusaha memejamkan mata, tetap saja ia tak bisa tidur. Seakan-akan ada yang mengawasinya.

''Aku terjaga semalaman dengan pikiran berkecamuk tak henti-hentinya dalam kepalaku. Aku percaya pada Tuhan. Tuhan yang Serbatahu dan Mahakuat. Jika Tuhan Mahakuat, Dia pasti ada di mana-mana, dan itu berarti Tuhan juga bersamaku, saat ini. Jadi, Tuhan bisa melihatku dan Tuhan bisa melihat pikiran terdalamku. Itu benar-benar kabar buruk,'' ujarnya menceritakan pengalaman yang terjadi di awal semester tahun keduanya di Cambridge.

Kegelisahannya itu membawanya untuk semakin dalam mempelajari Islam. Dan akhirnya, saat kemantapan hati itu semakin kuat, Lucy pun berikrar untuk menjadi seorang Muslim. Walau belum resmi, ia pelan-pelan mempelajari shalat.

Setelah benar-benar yakin, ia pun mengumumkan jati diri keislamannya seminggu kemudian. Bertempat di kamar asrama dan disaksikan sejumlah rekan-rekan sekampus, Lucy mengucapkan dua kalimat syahadat. ''Bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah rasul Allah.''

Kabar keislamannya pun segera menyebar ke segenap kampus. Teman-temannya yang non-Muslim pun semakin banyak yang mengetahuinya. Maka, saat itu, Lucy resmi menyandang status Muslimah.

Orang tuanya baru mengetahui kabar keislamannya, ketika Lucy menyampaikan kepada mereka di saat liburan semester. Beruntung Lucy memiliki keluarga yang egaliter dan demokratis. Sang kakak, Julie, memberinya dukungan dan bersikap positif dengan keputusan Lucy menjadi Muslim

Sementara itu, ayahnya berpikir bahwa apa yang terjadi pada Lucy hanyalah sebuah fase dalam kehidupan putrinya. Hanya sang ibu yang sempat kaget mengetahui anaknya memilih menjadi Muslimah. ''Bagaimana mungkin anaknya menjadi Muslimah?'' Mungkin begitulah bayangan yang ada dalam pikiran ibunya saat itu.

Lucy nyaris bimbang. Di satu sisi, ia tidak ingin menyakiti dan menghancurkan hati ibunya. Apalagi, di Alquran dalam Surah Al-Ahqaf ayat 15 disebutkan bahwa manusia hendaknya senantiasa berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya selama sembilan bulan, dan melahirkannya dengan susah payah.

Namun, apa hendak dikata, Lucy tetap mantap memilih Islam sebagai agama barunya. Dan, ia tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tuanya, termasuk ibu yang sangat dicintainya.

Baginya, ibu adalah orang yang wajib dikasihi. Namun, ia juga sudah jatuh cinta dengan Islam. Dan Islam mengajarkan untuk senantiasa mengajarkan pemeluknya menghormati kedua orang tua, kendati mereka berbeda agama.


Hari-hari yang Penuh Tantangan
Sebagai mualaf, Lucy sangat serius menekuni ajaran Islam. Dia belajar shalat, mengenakan kerudung (jilbab), dan meninggalkan semua hal yang tidak diperbolehkan (dilarang) dalam ajaran Islam.

Seperti, tidak mengonsumsi daging babi, minuman beralkohol, dan menghindarkan diri berduaan dengan yang bukan muhrimnya.

Kebiasaan yang tak umum ini, awalnya sangat sulit ia lakukan. Pasalnya, hal itu sudah merupakan kebiasaan sehari-hari.

Bahkan, menurut adat istiadat dan budaya Barat, kebiasaan mengonsumsi minuman keras dan makan daging babi adalah sesuatu yang biasa saja. Lucy pun harus berhadapan dengan kebiasaan yang tak lazim ini di tengah kehidupannya sehari-hari.

Seperti, ketika ia memutuskan untuk menikah dengan Julian, di usianya yang masih terbilang muda, 19 tahun. Sebagaimana layaknya setiap pesta dalam kultur Barat yang wajib ada alkohol, tapi kini harus dihindari. Begitu juga, dengan makanan yang tersedia hanya yang terbuat dari bahan-bahan yang halal.

(Republika/STI)

Cassiano: Saat Melihat Kabah, Saya Menangis Sepanjang Menunaikan Shalat


Saya pernah berkata, "Ya Tuhan, keluarkanlah saya dari negara ini atau saya akan mati".

Saya di lahirkan di Brazil, disebuah tempat bernama Petrolina.

Saya tidak pernah faham mengapa orang menganut agama.Karena bagi saya agama seperti sebuah fiksi.

Saya mula menjauhkan diri dari gereja, dan saya mula pergi ke arah yang bertentangan.

Saya tidak percaya pada apa pun. Semuanya kelihatan seolah-olah seperti gurauan. Saya benar-benar menjadi bertentangan. Saya tidak percaya dengan agama. Dan waktu-waktu tersebut amat sulit, saya seperti di luar diri saya seperti kata Martin Luther King, seperti kehilangan, 100 persen hilang.

Bulan Februari, saya bermain gitar di karnaval Rio de Janeiro. Waktu itu bukanlah hari yang baik buat saya. Saya sedang berada dalam kesedihan dikarenakan berbagai masalah yang saya hadapi. Saya sedang berada di jalanan dan saya ingin pulang ke rumah. Saya berada dalam keadaan mabuk dengan gitar saya dan saya katakan bahwa saya ingin pulang ke rumah. Berjalan di jalan ke arah rumah, semua orang mabuk dan semuanya kelihatan seperti bayang-bayang pada ketika itu. Itu merupakan sebuah malam yang aneh sekali.

Pada ketika itu saya merasa sangat sedih. Saya mandi pada malam tersebut. Saya masuk ke kamar saya dan melakukan sujud tanpa mengetahui apa itu sujud. Saya hanya melakukannya dan menangis. Saya berkata "Ya Tuhan, keluarkanlah saya dari negara ini atau saya akan mati". Saya merasa sebak sekali saat mengatakannya dan ia merupakan momen yang kuat.

Sebulan selepas peristiwa ini saya berada di Dubai. Seorang teman mengundang saya ke Dubai. Sebelumnya, teman ini memberitahu saya berkaitan Dubai. Saya bertanya kepada teman perempuan saya, "Kini anda sudah berada di Dubai, apa itu Dubai?"

Dia menjawab, "Dubai terletak di Timur Tengah, di Teluk Persia."

Saya berkata, "Berhati-hatilah, mereka lagi berperang, dan mereka adalah Muslim. Berhati-hatilah dengan orang Islam. Mereka akan membunuh anda!"

Dia mula tertawa dan berkata, "Bukan, bukan demikian di sini." Dia menambahkan, "Saya juga seorang Muslim."

Saya berkata, "Wah, anda seorang Muslim?? Berhati-hatilah!"

Dia berkata, "Anda harus datang dan melihat sendiri jika benar seperti yang anda katakan."

Saya tidak membayar apa-apapun, seolah-olah Allah telah membawa saya keluar dari Brazil dan pergi ke Dubai.

Di Dubai

Selepas dua bulan tinggal di Dubai, saya memeluk agama Islam dan mengucapkan syahadah karena begitu nyata sekali bahwa saya berada di jalan yang salah, melakukan perkara yang salah dan Islam menjelaskannya. Begitu transparan sekali.

Adel seperti saudara saya. Dia merupakan teman terbaik saya di Dubai. Dia membantu saya dalam segala hal dan di setiap langkah. Kami banyak sekali berbincang. Alhamdulillah, dia merupakan rekan terbaik saya. Dia mengajar saya tentang Islam.

Perkara pertama yang saya tanyakan berkaitan Islam ialah "Adakah kita perlu shalat setiap hari?"

Dia berkata, "Ya".

Saya mengulangi pertanyaan saya, "Anda shalat setiap hari?!"

Dia menjawab "Ya, setiap hari".

Apa yang paling menarik bagi saya dalam Islam ialah wudhu.Karena kita mandi untuk banyak perkara dalam hidup. Kita mandi untuk pergi kerja. Kita mandi untuk bertemu teman. Kita juga mewangikan diri kita dan sebagainya. Tetapi kita tidak melakukan perkara ini ketika kita menemui Tuhan kita, kita tidak mandi untuk bertemu Tuhan, mengapa? Kita harus melakukannya. Jika anda ingin menemui raja, sudah pasti anda akan mewangikan diri anda. Oleh yang demikian, jika anda ingin menemui Tuhan, sudah tentu anda tidak akan menemui-Nya dengan keadaan diri yang kotor.

Saya merupakan anak tunggal dalam keluarga. Saya menemui saudara dalam Islam seperti hubungan saya dengan Adel. Ibu saya juga tidak pernah menemui Adel, tetapi dia berkata, "Cassiano, anda telah mempunyai seorang saudara, maka dia juga adalah anak saya.Kini dia saya anggap sebagai anak saya". Kami sungguh gembira dapat bertemu. Ia seperti sesuatu yang telah direncanakan. Allah telah merencanakan segalanya dan Dia punya rencana untuk menjalin hubungan antara manusia. Dia membawa saya keluar dari Brazil, dari Rio de Janeiro dan menempatkan saya di Dubai tanpa mengeluarkan sedirham uang sekalipun. Saya pulang ke Brazil dan kemudian kembali lagi ke Dubai tanpa mengeluarkan sedirham uang sekalipun. Allah pasti telah merencanakannya untuk saya. Saya lagi berusaha untuk memastikan bahwa semuanya berjalan menurut ketetapan-Nya.

Saya menunaikan shalat jamaah pada hari Jumat disebuah masjid besar di Sharjah. Masjid dipenuhi dengan ribuan orang, dan ketika saya selesai melafazkan syahadah, dan mereka tahu bahwa saya dari Brazil. Semua mengatakan seperti "Dia dari Brazil, dia main sepakbola." Saya kelihatan begitu gagah sekali. Semua datang mengucapkan tahniah kepada saya. Hampir dua jam saya berdiri menerima pelukan, ciuman dan ucapan tahniah dari mereka, malah ada yang menghadiahkan buku. Begitu mengharukan. Setiap orang seperti saudara saya. Saya anak tunggal, kini saya punya ramai saudara, Alhamdulillah, saya sungguh merasa bahagia.

Saya punya keluarga di Dubai. Keluarga Adel adalah seperti keluarga saya. Kini saya punya dua ibu, dua ayah dan mereka benar-benar melayani saya seperti anak mereka..

Secara jujur saya temui kedamaian di sini, yang tidak saya temui di sana. Rekan yang benar, saudara yang benar yang tidak saya miliki di Brazil. Saya punya teman sebelum ini yang menemani saya ke bar atau ke pesta, hanya untuk ini. Kini setelah memeluk agama Islam dan pulang ke Brazil, mereka berkata, "Cassiano tidak lagi minum. Dia telah menjadi seorang muslim. Jangan ajak dia." Mereka menjauhkan diri dari saya. Hal ini merupakan pilihan buat saya. Allah telah memilih yang terbaik untuk menjadi teman saya.

Kehidupan saya bermula ketika saya pergi ke Timur Tengah, Dubai. Saya tidak lagi bisa tinggal di satu tempat yang tidak punya masjid. Masjid telah menjadi sesuatu yang mempesonakan bagi saya. Ia merupakan suatu yang indah dan menakjubkan.

Perjalanan ke Madinah dan Mekah

Seorang teman bernama Syeikh Yahya menelepon saya dan berkata, "Cassiano, telepon nomor ini, mereka akan melakukan umrah". Saya pun menelepon, seorang bernama Ahmad menjawab dan berkata, "Mohon maaf karena rombongan kami telah lengkap 15 orang".

Saya berkata, "Benar demikian?"

Dia berkata, "Ya." Kemudian dia bertanyakepada saya, "Siapa nama anda?"

Saya berkata, "Saya Cassiano dan saya benar-benar ingin melakukan umrah. Ini merupakan sesuatu yang baru buat saya. Saya baru memeluk Islam kira-kira 3 tahun."

Dia menelepon saya pagi keesokan harinya dan berkata, "Ada seorang yang tidak dapat pergi. Oleh karenanya anda bisa mengantikan tempatnya."

Alhamdulillah, Allah memudahkan perjalanan saya. Alhamdullah, Allah lah yang memelihara saya. Saya benar-benar dapat merasakannya. Saya merasakan bahwa Allah lah yang menjaga kehidupan saya dan diri saya.

Kami tiba di Madinah. Hotel penginapan kami berdekatan dengan masjid Nabi Muhammad Saw. Kami merasa gembira karena dapat berdekatan dengan tempat mulia itu. Ia begitu baik sekali dan orang-orang di Madinah begitu ramah sekali. Mereka membuka salah satu pintu untuk kami supaya kami bisa melihat bagian dapat menyaksikan makam Nabi Muhammad Saw.

Polisi yang berdiri di sisi kubur memberitahu saya, "Marilah ke sini dan ucapkan Assalamualaikum ke atas Nabi". Sayapun melakukannya dan berdoa semoga Allah memberikan bimbingan buat ibu dan bapa dan semua orang, saya merasa lapang dan mulai menangis.

Selepas ini, kami tinggal tiga hari di Madinah dan mulai perjalanan menuju Mekah untuk bersalin pakaian Ihram. Ketika memasuki Haram dan melihat Ka'bah, yang kebetulan masuk waktu zuhur, semua berbaris untuk menunaikan shalat bersama. Saya melihat Ka'bah, saya mula menangis kembali dan menangis sepanjang menunaikan shalat. Saya tidak tahu. Yang terjadi seolah-olah seperti melakukan shalat lima waktu setiap hari ke arah tersebut dan saya berada di situ dan seperti tempat yang lama. Ia merupakan tempat yang istimewa. Ini merupakan semua perkara dalam Islam yang saya yakini, semuanya ada di sini. Bagi saya, ia merupakan sebuah tempat yang terbaik di muka bumi ini. Saya benar-benar gembira karena dapat berada di Madinah dan Mekah. Sungguh mempesonakan dan saya sungguh gembira.

Keimanan saya menyebabkan saya terus hidup, terus terjaga, dan memberikan saya harapan. Saya sungguh-sungguh mencintai Allah.

Kalau pada waktu lalu, banyak sekali perkara yang saya utamakan dalam hidup saya, tetapi kini Allah merupakan yang pertama dalam hidup saya.

(IRIB-Indonesia/onislam/STI)

KISAH KEISLAMAN PENDETA KRISTEN


Penulis buku Anis al-Islam adalah seorang pendeta Kristen. Pada bagian pertama buku itu, ia mengetengahkan kisah keislamannya dibawahjudul al-Mashiral-Mudhatharib (perjalanan yang Mencemaskan) sebagai berikut:

Penulis buku ini adalah seorang pendeta terkemuka dari keluarga pendeta, karena ayah dan kakeknya juga seorang pendeta. la lahir di dalam Gereja Armenia ". Dan belajar kepada pendeta-pendeta dan uskup-uskup Kristen terkemuka pada zamannya. Di antara mereka adalah Rabi Yohanes Bakir, Pendeta Yohanes John, dan Rabi Aj, serta pendeta-pendeta lain dari sekte Kristen Protestan. Sedangkan dari sekte Kristen Katolik adalah Rabi Talo, Pendeta Kurkuz dan lain-lain.

Pada usia 12 tahun, saya telah menyelesaikan pelajaran ilmu Taurat dan Injil serta ilmu-ilmu kekristenan yang lain. Dalam bidang keilmuan, saya telah mencapai tingkat kependetaan. Ketika hampir menyelesaikan tingkat ini, dan usia saya sudah lebih dari 12 tahun, saya ingin mempelajari akidah dan mazhab-mazhab Kristen. Setelah melakukan penelitian secara terus-menerus dan mendalam, melakukan usaha-usaha yang membosankan, dan berpetualang ke beberapa negara, pada suatu hari saya mendatangi salah seorang pendeta terkemuka,

bahkan seorang uskup yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam dunia Kristen Katolik. Ketenarannya dalam keilmuan, kezuhudan, dan ketakwaan sudah tersebar di antara para pemeluk agamanya.

Orang-orang Kristen Katolik, baik yang jauh maupu yang dekat, seperti raja-raja, orang-orang terpandang dan rakyat jelata mengajukan pertanyaan-pertanyaa keagamaan mereka kepada uskup tersebut. Di samping mengajukan pertanyaan, mereka juga memberikan hadiah yang banyak dan berharga, baik berupa uang maupun berupa barang. Dengan cara itu, mereka menunjukkan keinginan mereka untuk mendapatkan berkah darinya. Mereka juga mengharapkan agar dia mau menerima hadiah-hadiah mereka.

Saya banyak belajar dari uskup tersebut tentang prinsip-prinsip dan akidah-akidah agama-agama serta mazhab­-mazhab Kristen dan berbagai macam masalah yang memerlukan penjelasan hukumnya. Murid beliau sangat banyak, dan saya termasuk di dalamnya. Setiap hari, ruang kuliahnya dihadiri oleh kurang lebih empat ribu sampai lima ribu orang. Kuliahnya diikuti pula oleh para biarawati yang membenci keduniaan, dan telah bernazar bahwa mereka tidak akan menikah dan akan menghabiskan sisa hidupnya untuk Gereja. Dan di antara mereka yang tinggal di Gereja jumlahnya sangat banyak.

Di antara pengalaman yang menarik buat saya dari perkuliahan itu adalah perhatian para siswanya yang luar biasa kepada saya. Perhatian itu ditunjukan dengan sikap kepercayaan mereka kepada saya sehingga kunci-kunci rumah, lemari makanan dan lemari minuman tanpa ada yang di kecualikan selain kunci sebuah ruangan kecil di dalam gudang rumahnya diserahkan kepada saya. Saya mengira bahwa ruang itu adalah gudang penyimpanan harta milik sang uskup. Oleh karena itu,saya berkata dalam hati,"Uskup ini ternyata adalah seorang pencinta keduniaan." Saya juga pernah berkata sendiri, "la meninggalkan keduniaan untuk mcndapatkan keduniaan. la menampakkan kezuhudan untuk mendapatkan perhiasan-perhiasan duniawi."

Saya tinggal bersama uskup tersebut selama 17 sampai dengan 18 tahun hanya untuk belajar akidah berbagai agama dan mazhab-mazhab Kristen hingga pada suatu hari, sang uskup jatuh sakit sehingga tidak bisa memberikan kuliah. Kemudian ia berkata kepada saya, "Anakku, katakan kepada murid-murid saya bahwa keadaan saya tidak memungkinkan untuk memberikan kuliah pada hari ini."


Fariqlitha

Ketika keluar dari rumah uskup, saya melihat murid­-murid uskup sedang berdiskusi tentang masalah-­masalah keilmuan. Diskusi mereka melebar kemudian sampai pada masalah perbedaan pendapat mengenai makna Fariqlitha dalam bahasa Suryani dan Birqulithus dalam bahasa Yunani, yang kedatangannya dikutip oleh Yohanes, penulis Injil keempat, dari Kristus pada bab 14, 15 dan 16. Kristus berkata, "Akan datang Penghibur (Fariqlitha) sepeninggalku"

Diskusi mereka dalam masalah tersebut terus melebar dan perdebatan mereka berlangsung lama dan suara mereka semakin terdengar keras karena masing-masing mereka saling mempertahankan pendapatnya sehingga perdebatan mereka berakhir tanpa menghasilkan suatu kesimpulan yang diiharapkan dan mereka pun akhirnya membubarkan diri.

Setelah saya kembali kepada uskup. la bertanya, "Anakku, apa yang mereka diskusikan pada hari ini ketika saya tidak hadir memberi kuliah?" Saya ceritakan kepadanya tentang perbedaan pendapat orang-orang seputar makna Fariqlitha. Saya sebutkan kepadanya masing-masing pendapat mereka apa adanya. Lalu ia bertanya, "Apa pendapatmu tentang masalah ini? Saya menjawab, "Saya memilih pendapat ahli tafsir si anu."

Uskup itu berkata, "Kamu tidak salah dalam hal ini. Dan sebenarnya semua pakar sendiri berbeda pendapat seputar makna Fariqlitha. Sementara penafsiran dan makna yang benar dari kata tersebut hanya diketahui oleh orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya."

Dengan posisi merunduk dan rendah hati, saya berkata, "Romo, engkau orang yang lebih tahu daripada siapa pun. Beritahulah arti makna kata tersebut itu kepada saya! Apakah engkau masih kurang percaya kepada saya. Bukankah sejak kanak-kanak hingga sekarang saya telah meninggalkan kehidupan duniawi semata‑ mata untuk untuk mempeelajari berbagai ilmu pengetahuan. saya sangat fanatik pada Kristen dan berpegang teguh pada agama ini. Saya tidak pernah berhenti belajar dan menelaah, kecuali pada waktu sembahyang dan berkhutbah. Apa salah jika engkau menjelaskan makna ini kepada saya?"

Mendengar desakan itu uskup mulai menangis seraya berkata "Anakku, demi Allah, dalam pandangan saya, kamu adalah orang yang paling mulia. Saya tidak bermaksud kikir ilmu sedikit pun kepadamu. Meskipun mengetahui makna kata ini sangat berfaedah, namun para Pengikut al-Masih akan membunuh saya dan membunuhmu jika makna sebenarnya dari kata ini diketahui orang banyak, kecuali jika kamu mau berjanji bahwa kamu tidak akan mengungkapkan makna kata ini kepada siapa pun, baik ketika saya masih hidup maupun setelah saya meninggal, dan kamu tidak menyebut nama saya. Sebab, hal itu bisa mendatangkan bencana besar bagi saya bila saya masih hidup dan bagi keluarga, kerabat-kerabat, dan para pengikut saya bila saya telah meninggal. Tidak mustahil, mereka akan menggali kuburan saya dan membakar jasad saya jika mereka mengetahui bahwa saya telah mengungkapkan makna kata itu."

Saya berkata, "Saya berjanji atas Nama Allah Yang Mahatinggi, Yang Mahaagung, Yang Mahaperkasa, Yang Maha Membinasakan, Yang Maha Mengetahui, dan Yang Maha Menyiksa; atas Nama kebenaran Injil, Isa dan Maryam; atas nama semua nabi dan orang-orang saleh; atas nama semua kitab suci yang diturunkan dari Allah; atas nama para uskup, bahwa saya tidak akan menyebarkan rahasiamu untuk selama-lamanya, baik ketika engkau masih hidup maupun setelah engkau meninggal."

Setelah merasa tenang, ia berkata, "Anakku, kata ini adalah salah satu nama dari nama-nama yang penuh berkah dari Nabi kaum Muslim. Nama itu berarti Ahmad dan Muhammad" .

Lalu ia memberikan kunci ruangan kecil—seperti yang telah disebutkan sebelum ini—dan meminta saya agar membuka laci yang ada di sana dan mengambil buku yang ada di dalamnya. Saya melakukan semua itu. Saya membawa dua buah buku kepadanya. Ternyata, kedua buku itu berisi tulisan berbahasa Yunani dan bahasa Suryani sebelum kedatangan penutup para nabi, dan ditulis dengan pena di atas kulit. Di dalam kedua buku itu tertulis kata Fariqlitha yang diterjemahkan menjadi Ahmad dan Muhammad.

Kemudian ia berkata, "Anakku, ketahuilah bahwa sebelum Nabi Muhammad saw diutus, para ulama, ahli tafsir, dan para penerjemah al-Masih sepakat bahwa kata itu artinya Ahmad dan Muhammad. Tetapi setelah Nabi Muhammad saw diutus, para uskup mengubah semua tafsir, buku-buku bahasa, dan terjemahan-terjemahan tersebut untuk mempertahankan kekuasaan mereka, untuk mendapatkan harta, untuk mendatangkan manfaat duniawi, karena permusuhan, karena kedengkian, dan karena kecenderungan-kecenderungan nafsu yang lain. Mereka memberikan makna lain terhadap kata ini. Sudah pasti, makna tersebut sama sekali bukan yang dimaksudkan oleh pemilik Injil. Dari susunan ayat-­ayat yang terdapat dalam Injil yang beredar sekarang, dengan mudah dapat diketahui makna ini, yaitu bahwa pewakilan, syafaat, takziah, dan penghiburan itu bukan yang dimaksudkan oleh penulis Injil; dan bukan pula maksudnya roh yang turun pada hari Pentakosta (yaum al-dar) ".Karena lsa as sendiri mensyaratkan kedatangan Fariqlitha dengan kewafatannya. Beliau berkata, Sebab, jikalau aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu ".

Sebab, kedatangan dua nabi sekaligus yang mandiri dalam waktu yang bersamaan dan masing­-masing membawa syariat yang umum adalah mustahil. Hal ini berbeda dengan roh yang diturunkan pada hari Pentakosta dan yang dimaksudkan dengan Roh Kudus yang telah turun bersama keberadaan Isa as dan Baum Hawariyun.

Apakah kamu lupa pada ucapan penulis Injil pertarma pada bab 3 dalam Injilnya. la berkata, Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan la melihat Rob Allah, seperti burung merpati turun ke atas-Nya (Matius 3: 16)

Sebagaimana roh itu turun bersama keberadaan Isa as sendiri kepada dua belas muridnya, seperti dijelaskan oleh penulis Injil pertama pada bab 10 dalam Injilnya: Yesus memanggil kedua belas muridnya memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir rob jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala, kelemaban (Matius 10: 1). Yang dimaksud dengan kuasa atau kekuatan di sini adalah kekuatan rohani, bukan kekuatan jasmani, karena pekerjaan-pekerjaan seperti ini tidak menggunakan kekuatan jasmani. Kekuatan rohani adalah bantuan dari Roh Kudus.

Pada ayat 20 bab yang sama, al-Masih berkata, Karna bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Rob Bapa Dia yang berkata-kata di dalam kamu. Yang dimaksud dengan "Roh Bapamu" adalah Roh Kudus, sebagaimana dijelaskan oleh penulis Injil ketiga pada bab 9 dalam. injilnya: Maka Yesus memanggil kedua belas murid lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasal setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit (Lukas 9: 1).

Selain itu, penulis Injil ketiga pada bab 10 berkata, Kemudian daripada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-berdua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya (Lukas 10: 1). pada ayat 17 ia berkata, kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata, "Tuhan, setan-setan juga takluk kepada kaml karena nama-Mu."

Karenanya, turunnya roh tidak disyaratkan dengan kewafatan al-Masih. Jika yang dimaksud dengan Fariqlitha adalah Roh Kudus maka ucapan al-Masih ini merupakan kekeliruan dan tidak bermakna. Padahal, orang yang bijaksana tidak akan mengatakan sesuatu yang tidak berguna dan tidak bermakna. Apalagi seorang nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi seperti Nabi Isa as. Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang dimaksud dengan Fariqlitha tidak lain selain nama Ahmad dan Muhammad. Inilah makna kata Fariqlitha yang sebenarnya."

Saya berkata, "Apa pendapat Romo tentang agama Kristen?"

la menjawab, "Anakku, agama Kristen sudah dihapus dengan kedatangan agama baru, yaitu agama Muhammad." la mengulangi kalimat ini hingga tiga kali.

Saya bertanya, "Apakah jalan keselamatan dan jalan lurus yang mengantarkan kepada Allah terbatas pada para pengikut Muhammad saw saja? Apakah para pengikutnya termasuk orang-orang yang selamat?"
la menjawab, "Benar, demi Allah. Benar, demi Allah. Benar, demi Allah."

Mengapa Tidak Masuk Islam

Saya bertanya, "Apa yang menghalangi Romo untuk masuk Islam dan mengikuti ajaran penghulu umat manusia, padahal Romo mengetahui keutamaan Islam dan berpandangan bahwa mengikuti ajaran penutup para nabi itu sebagai jalan keselamatan dan jalan lurus yang mengantarkan kepada Allah?"

la menjawab, "Anakku, saya baru mendapatkan pengetahuan tentang hakikat dan keutamaan agama Islam setelah berusia tua. Secara batiniah, saya ini seorang Muslim. Tetapi secara lahiriah, saya tidak dapat meninggalkan kekuasaan dan kedudukan yang tinggi ini, dan engkau melihat kedudukan saya di tengah orang ­orang Kristen. Jika mereka mengetahui kecenderungan saya pada agama Islam maka mereka akan membunuh saya. Bahkan, kalaupun saya selamat melarikan diri dari mereka, maka para penguasa Kristen akan meminta saya dari para penguasa Islam. Hal itu karena pusaka ­pusaka gereja ada di tangan saya dan saya dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap hak-hak mereka, atau saya mengambil sesuatu dari mereka, memakannya dan menghibahkannya. Oleh karena itu, saya kira, para penguasa dan para pemuka Islam akan kesulitan untuk melindungi saya. Bahkan, kalaupun saya terpaksa berlindung kepada orang-orang Islam dan saya berkata kepada mereka, "Saya seorang Muslim," mereka akan berkata, "Selamat bagimu! Kamu telah menyelamatkan dirimu dari neraka jahanam, sehingga kamu tidak perlu berterima kasih kepada kami, karena kamu telah menyelamatkan dirimu dari azab Allah dengan masuk agama kebenaran dan jalan hidayah."

"Anakku, selamat bagimu. Saya akan mengalami suatu keadaan ketika saya tidak memiliki roti dan air. Saya akan hidup sebagai orang tua di tengah kaum Muslim dalam kemiskinan, kecemasan, kelaparan, kehinaan, dan kesusahan, sementara saya tidak mengetahui bahasa mereka. Mereka tidak akan mengenali hak saya dan tidak melindungi kehormatan saya. Saya akan mati kelaparan di tengah mereka dan meninggalkan dunia ini di tengah reruntuhan dan puing-puing. Kamu sudah melihat sendiri banyak orang yang masuk agama Islam tetapi orang-orang Islam sendiri tidak memerhatikan mereka, sehingga orang­orang itu keluar lagi dari agama Islam dan kembali ke dalam agama mereka semula. Akibatnya, mereka mendapatkan kerugian di dunia ini dan di akhirat nanti. Saya juga merasa khawatir tidak sanggup menanggung kesulitan dan bencana di dunia ini. Dan ketika itu saya tidak akan mendapatkan bagian di dunia dan tidak juga bagian di akhirat. Tetapi, alhamdulillah, secara batiniah, saya termasuk para pengikut Nabi Muhammad saw."

Orang tua itu menangis dan saya pun ikut menangis terharu. Setelah lama kami menangis, saya bertanya kepadanya, "Romo, apakah Romo akan menyuruh saya untuk memeluk agama Islam?"

la menjawab, "Jika kamu menginginkan (kebahagiaan) akhirat dan keselamatan maka kamu harus menerima agama kebenaran itu, karena kamu masih muda. Tidak mustahil, Allah akan memberikan kemudahan-kemudahan duniawi kepadamu sehingga kamu tidak mati kelaparan. Saya sendiri akan selalu mendoakanmu agar pada hari Kiamat nanti, kamu melihat saya sebagai seorang Muslim dalam batin dan termasuk para pengikut manusia terbaik. Kebanyakan uskup juga seperti saya dalam batinnya tetapi, seperti juga saya, mereka tidak sanggup secara lahiriah meninggalkan kedudukan duniawi. Sebab, tidak diragukan bahwa agama Islam saat ini adalah agama Allah di muka bumi."

Ketika saya melihat kedua buku tadi dan mendengar pengakuan-pengakuan ini dari orang tua itu, tiba-tiba hidayah penutup para nabi saw dan cinta kepadanya menyelimuti diri saya sedemikian rupa, sehingga dunia ini dan seisinya dalam pandangan saya, sama saja dengan seonggok bangkai. Kedudukan duniawi yang fana, kerabat dan tanah air tidak menjadi penghalang bagi saya, sehingga saya membenci semua itu. Pada saat itu juga, saya berpamitan kepada orang tua itu. Maka orang tua itu mendesak saya agar mau menerima pemberian sejumlah uang darinya untuk bekal perjalanan saya. Lalu saya menerima pemberian itu, dan saya sudah bertekad untuk menempuh perjalanan menuju akhirat.


Masuk Islam

Saya tidak membawa apa-apa selain dua atau tiga buah buku. Barang-barang yang lain, saya tinggalkan. Setelah membulatkan tekad, saya memasuki negeri Armenia pada tengah malam. Pada malam itu juga saya mengetuk pintu. rumah Sayid Hasan Mujtahid yang sangat bergembira menerima kedatangan saya setelah ia mengetahui bahwa saya datang kepadanya sebagai seorang Muslim. Lalu saya memohon kepadanya agar menyampaikan kalam-kalam suci dan mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada saya. Beliau menyampaikan semua itu dan mengajarkannya kepada saya. Saya pun mencatatnya dengan bahasa Suryani agar tidak mudah lupa. Selain itu, saya juga memohon kepadanya agar tidak memberitahukan ihwal keislaman saya kepada siapa pun karena khawatir kaum kerabat dan orang­orang Kristen mendengarnya sehingga mereka akan menyakiti saya atau menggoyahkan iman saya. Lalu pada suatu malam, saya masuk kamar mandi dan membasuh badan untuk mandi tobat dari kemusyrikan dan kekafiran. Setelah keluar dari kamar mandi, saya mengucapkan lagi kalimat syahadat dan saya masuk agama kebenaran ini secara lahir dan batin ".

 (andikfn/STI)

Manusia Dan Hubungan Sosial


Bagi setiap kebajikan ada balasan amal kebajikan dan bagi tindak kejahatan ada hukumannya pula. Namun balasan dan hukuman itu tidaklah terletak dibalik kebajikan dan kejahatan itu sendiri. Namun balasan kebajikan apakah yang terbaik yang dapat diterima pelakunnya selain tindak kebajikan itu sendiri? Dan hukuman yang peling berat apakah bagi kejahatan kecualii tindak kejahatan itu sendiri?

Perasaan dan emosi yang halus yang menyinari panorama segala bentuk kebajikan dan pertolongan yang diberikan manusia kepada sesamanya merupakan satu motif manusia yang paling luhur. Perasaan semacam inilah yang secara kuat mempengaruhi hati manusia untuk turut merasakan penderitaan dan kesedihan orang lain. Perasaan ini pula yang mempersiapkan hati manusia untuk melakukan segala pengorbanan dan penyangkalan diri (Kezuhudan ).

Adalah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kesenangan dan kesedihan, penderitaan dan kebahagiaan, kemiskinan dan kemakmuran adalah bagian yang tak terelakkan dalam kehidupan manusia. Untungnya, segala macam penderitaan, cobaan dan kesedihan dengan segala kegetiran dan beban yang terkandungnya adalah kesakitan yang dapat disembuhkan, seperti awan kegelapan, dapat disingkirkan dan dibersihkan dengan saling membantu sesama manusia.

Manusia bukan hanya organisme hidup, namun ia juga adalah pembawa pesan universal tentang kebaikan, kebijaksanaan dan kemuliaan manusia. Saling hubungan antara sesama manusia harus didasarkan pada simpati timbal-balik yang tulus, cinta dan kerja sama, bukan didasarkan pada kepura-puraan, pengambilan manfaat dan tindakan-tindakan yang berbau bisnis lainya. Permasalahan kehidupan mustahil dapat diselesaikan tanpaadanya sikap saling memaafkan, pengorbanan dan kemurahan hati kepada sesama manusia pada saat yang kritis. Sebab simpati, pengorbanan diri dan saling memaafkan adalah termasuk pilar-pilar bangunan kehidupan sosial yang didasarkan atas kerja sama.

Manusia baik kelompok maupun individu yang memiliki jiwa seperti itu dalam tindakan sosialnya berarti telah mencapai kematangan penuh. Manusia yang memiliki perhatian terhadap kehidupan, pertama-tama, haruslah memberikan pelayanan dan turut ambil bagian yang nyata dalam memainkan peran untuk menciptakan masyarakat yang kuat dan sehat. Semakin tinggi tingkat kematangan emosional seseorang dan semakin maju cara pandang sosialnya, akan semakin besar pula perhatiannya pada kepentingan orang lain. Berpikir positif dan simpatik terhadap orang lain, sebagai ciri manusia yang maju, akan turut membantu menciptakan lingkungan yang sehat bagi kehidupan individu yang lebih baik. Ilmu ilmu sosial membuktikan bahwa self-interest yang sejati melibatkan perhatian terhadap orang lain, kerjasama dan simpati.oleh karena itu cara pandang sosial dan etik seseorang akan membentuk dasar-dasar kebajikan manusia dan kriteria kepribadian individu.

Namun sebaliknya, ketiadaan jiwa tersebut dalam diri individu dan kelompok merupakan tanda ketertinggalan dan kurangnya kematangan sosial. Pengabaian, sikap acuh-takacuh dan kurangnyarasa tanggung jawab moral mereka adalah pertanda adanya gangguan psikologi dan “penyakit,” yang kesemuanya itu juga merupakan tanda-tanda ketidak matangan sosial. Mereka hanya mengutamakan kepentingan dan kebahagiaan sendiri tanpa memperdulikan kesejahteraan orang lain. Masyarakat semacam ini ibarat kapal yang sedang tenggelam terkena terjangan badai dan masing-masing orang berusaha untuk menyelamatkan dirinya sendir.

Melayani dan berkorban untuk kepentingan orang lain memang pekerjaan yang sulit bagi mereka yang terbiasa hanya mementingkan dan memperhatikan diri sendiri saja, yang dengan rakusnya menginginkan segala sesuatu utnuk dirinya sendiri dan hanya mau berkorban dengan tujuan untuk bisa mencapai tujuannya sendiri. Setiap usaha dan jerih payah menuntut kepahitan, pemikiran dan juga pemahaman.

Usaha-usaha yang dilakukan manusia dapat dibagi menjadi beberapa macam. Salah satu diantaranya adalah memberikan pandangan. Memperluas cakrawala pemikiran, menuntun manusia menuju kebaikan dan pengetahuan tentang realitas dunia ini, dan membantu manusia mendapatkan ganjaran tertinggi di akhirat kelak. Sedangkan usaha yang sebaliknya dari itu akan membawa manusia menuju penyimpangan dan keterpisahan dari realitas; suatu usaha yang secara konstan akan memperbesar lingkaran self-interest di luar batas kewajaran akan membawa kematian bagi kemampuan batin yang menguasai tindak moral manusia.banyak manusia yang merasa dianugrahi kehalusan perasaan dan emosi; mereka selalu sedih jika menyaksikan kepedihan dan penderitaan orang lain. Namun mereka tidak mau ikut campur dalam masalah itu atau ikut memikul tanggung jawab. Mereka menghindari segala tanggung jawab yang mungkin jatuh di pundaknya, yang melibatkan usaha membantu orang-orang miskin baik dalam bentuk uang atau benda-benda lain,atau turut berbagi kesenangan yang dimilikinya. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa mereka tidak ingin ‘terperangkap’ dalam tanggung jawab yang kecil dan sederhana yang kemudian bisa mengantarkan pada kewajiban yang lebih penting lagi.

Turut merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain adalah tindakan terpuji. Akan tetapi, apa gunanya jika hal itu tidak mampu mendorong manusia untuk melakukan tindakan nyata dan tidak dapat meringankan beban penderitaan orang lain? Lantas manfaat apa yang bisa diperoleh manusia dari perasaan batin yang tersembunyi dalam hati manusia, tapi tak memberikan pengaruh apa pun bagi kehidupan nyata? Iktikad baik semata-mata tidaklah cukup bagi kehidupan manusia. Kebajikan yang sebenarnya, tak pelak lagi, haruslah melahirkan tindakan nyata.

(andikfn/STI)

Imam Ali Khamenei Pemimpin Terpopuler Versi sebuah Majalah di Cina


Sebuah Majalah Global People yang berada di bawah naungan Global Times pada edisi terakhir (Mei 2007) memuat profil Ayatullah Ali Khamenei sebagai pemimpin yang paling populer dan paling dicintai oleh rakyat Iran, bahkan masyarakat di dunia, karena keberaniannya menghadapi tantangan dan ancaman Amerika.Majalah yang terbit dua minggu sekali ini setiap terbitannya menampilkan profil seorang tokoh dunia. Pada edisi terakhir (Mei 2007) ia memuat profil Ayatullah Ali Khamenei, biografi, pengalaman politik dan sosial beliau.

Beliau pun dijadikan sebagai gambar cover edisi kali ini dengan ukuran besar dan di sisi kiri dan kanan terlihat beberapa foto para petinggi Republik Islam Iran, diantaranya Presiden Ahmadi Nejad dan panglima angkatan bersenjata RII. Di dalamnya terdapat beberapa makalah tentang program nuklir Iran, hubungan Iran dengan Amerika serta tantangan Amerika dan Barat.

Pada halaman lainnya dimuat sebuah makalah tentang biografi kehidupan Imam Ali Khamenei yang hidup di tengah masyarakat di Tehran, sehingga menunjukkan kedekatan beliau kepada seluruh lapisan masyarakat.

Di dalam majalah yang memiliki jumlah halaman sebanyak 80 halaman ada 15 halaman berwarna yang dikhususkan tentang hal-hal yang berhubungan dengan beliau dan Iran, termasuk biografi beliau, keadaan keluarga beliau, jumlah anak, kegiatan politik beliau melawan syavak dan Syah Pahlevi, kehidupan di penjara, foto-foto beliau di saat muda, di hadapan ribuan pecintanya.

Majalah itu juga menjadikan Imam Ali Khamenei sebagai solusi dalam segala perselisihan dan perbedaan pandangan yang ada di dalam Iran, sehingga beliau pantas menajdi icon persatuan bangsa dan rakyat Iran. Walaupun beliau memiliki wewenang yang besar sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Iran sebagai seorang yang nomer wahid di Iran, namun beliau tidak sudi melakukan intervensi langsung dalam instansi manapun, hanya pada keadaan sangat darurat dan sensitif, beliau gunakan hak prerogratif tersebut untuk menghindari bahaya dan ancaman bagi negara dan rakyat Iran.Menurut majalah tersebut, walaupun adanya tekanan yang dilakukan oleh Barat dan Amerika namun rakyat Iran di bawah kepemimpinan seorang pemimpin yang piawai dan pengalaman akan bisa melewati semua itu dengan sukses.

(IQNA/andikfn/STI)

Alasan Orang Yahudi Pintar


Tanpa bermaksud untuk mendramatisasi tentang orang Israel dan atau orang Yahudi, saya ingin berbagi informasi yang saya peroleh dari membaca terjemahan H. Maaruf Bin Hj Abdul Kadir (guru besar berkebangsaan Malaysia) dari Universitas Massachuset USA tentang penelitian yang dilakukan oleh DR.Stephen Carr Leon. Penelitian DR Leon ini adalah tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi.

Mengapa Orang Yahudi, rata-rata pintar ? Studi yang dilakukan mendapatkan fakta-fakta sebagai berikut :

Ternyata, bila seorang Yahudi Hamil, maka sang ibu segera saja meningkatkan aktivitasnya membaca, menyanyi dan bermain piano serta mendengarkan musik klasik. Tidak itu saja, mereka juga segera memulai untuk mempelajari matematika lebih intensif dan juga membeli lebih banyak lagi buku tentang matematika, mempelajarinya, dan bila ada yang tidak diketahui dengan baik, mereka tidak segan-segan untuk datang ke orang lain yang tahu matematika untuk mempelajarinya. Semua itu dilakukannya untuk anaknya yang masih didalam kandungan.

Setelah anak lahir, bagi sang ibu yang menyususi bayi nya itu, mereka memilih lebih banyak makan kacang, korma dan susu. Siang hari, makan roti dengan ikan yang tanpa kepala serta salad. Daging ikan dianggap bagus untuk otak dan kepala ikan harus dihindari karena mengandung zat kimia yang tidak baik untuk pertumbuhan otak si anak. Disamping itu sang ibu diharuskan banyak makan minyak ikan (code oil lever).

Menu diatur sedemikian rupa sehingga didominasi oleh ikan. Bila ada daging, mereka tidak akan makan daging bersama-sama dengan ikan, karena mereka percaya dengan makan ikan dengan daging hasilnya tidak bagus untuk pertumbuhan. Makan ikan seyogyanya hanya makan ikan saja, bila makan daging, hanya makan daging saja, tidak dicampur. Makan pun, mereka mendahulukan makan buah-buahan baru makan roti atau nasi. Makan nasi dulu baru kemudian makan buah, dipercaya akan hanya membuat ngantuk dan malas berkerja.

Yang istimewa lagi adalah : Di Isarel, merokok itu tabu! Mereka memiliki hasil penelitian dari ahli peneliti tentang Genetika dan DNA yang meyakinkan bahwa nekotin akan merusak sel utama yang ada di otak manusia yang dampaknya tidak hanya kepada si perokok akan tetapi juga akan mempengaruhi “gen” atau keturunannya. Pengaruh yang utama adalah dapat membuat orang dan keturunannya menjadi “bodoh” atau “dungu”. Walaupun, kalau kita perhatikan, maka penghasil rokok terbesar di dunia ini adalah orang Yahudi! Tetapi yang merokok, bukan orang Yahudi.

Anak-anak, selalu diprioritaskan untuk makan buah dulu baru makan nasi atau roti dan juga tidak boleh lupa untuk minum pil minyak ikan. Mereka juga harus pandai bahasa, minimum 3 bahasa harus dikuasai nya yaitu Hebrew, Arab dan bahasa Inggris. Anak-anak juga diwajibkan dan dilatih piano dan biola. Dua instrument ini dipercaya dapat sangat efektif meningkatkan IQ mereka. Irama musik terutama musik klasik dapat menstimulasi sel otak. Sebagian besar dari musikus genius dunia adalah orang Yahudi.

Satu dari 6 anak Yahudi, diajarkan matematik dengan konsep yang berkait langsung dengan bisnis dan perdagangan. Ternyata salah satu syarat untuk lulus dari Perguruan Tinggi bagi yang Majoring nya Bisnis, adalah, dalam tahun terakhir, dalam satu kelompok mahasiswa (terdiri dari 10 orang), harus menjalankan perusahaan. Mereka hanya dapat lulus setelah perusahaannya mendapat untung 1 juta US Dollar. Itulah sebabnya, maka lebih dari 50 % perdagangan di dunia dikuasai oleh orang Yahudi. Design “Levis” terakhir diciptakan oleh satu Universitas di Israel, fakultas “business and fashion“.

Olah raga untuk anak-anak, diutamakan adalah Menembak, Memanah dan Lari. Menembak dan Memanah, akan membentuk otak cemerlang yang mudah untuk “fokus” dalam berpikir!

Di New York, ada pusat Yahudi yang mengembangkan berbagai kiat berbisnis kelas dunia. Disini terdapat banyak sekali kegiatan yang mendalami segi-segi bisnis sampai kepada aspek-aspek yang mempengaruhinya. Dalam arti mempelajari aspek bisnis yang berkaitan juga dengan budaya bangsa pangsa pasar mereka. Pendalaman yang bergiat nyaris seperti laboratorium, “research and development” khusus perdagangan dan bisnis ini dibiayai oleh para konglomerat Yahudi. Tidak mengherankan bila kemudian kita melihat keberhasilan orang Yahudi seperti terlihat pada : Starbuck, Dell Computer, Cocacola, DKNY, Oracle. pusat film Hollywood, Levis dan Dunkin Donat.

Khusus tentang rokok, negara yang mengikuti jejak Israel adalah Singapura. Di Singapura para perokok diberlakukan sebagai warga negara kelas dua. Semua yang berhubungan dengan perokok akan dipersulit oleh pemerintahnya. Harga rokok 1 pak di Singapura adalah 7 US Dollar, bandingkan dengan di Indonesia yang hanya berharga 70 sen US Dollar. Pemerintah Singapura menganut apa yang telah dilakukan oleh peneliti Israel, bahwa nekotin hanya akan menghasilkan generasai yang “Bodoh” dan “Dungu”.

Percaya atau tidak, tentunya terserah kita semua. Namun kenyataan yang ada terlihat bahwa memang banyak sekali orang yahudi yang pintar! Tinggal, pertanyaannya adalah, apakah kepintarannya itu banyak manfaatnya bagi peningkatan kualitas hidup umat manusia secara keseluruhan.

(dakiunta/andikfn/ABNS)

Rahbar: Mengapa Iran Bela Bahrain? Berikut Ulasannya


Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei seperti biasanya selalu berbicara depan masyarakat Iran di Komplek Suci Imam Ali Al Ridho as, Mashad pada setiap awal tahun hijriah syamsiah yang juga diistilahkan Hari Raya Nouruz. Pada awal tahun baru 1390 HS, Rahbar hari Senin (21/3) berpidato di hadapan ribuan peziarah Imam Ali Al-Ridha as yang juga Imam Kedelapan dari Ahlul Bait as. Dalam pidatonya, Rahbar menyatakan tahun 1390 HS sebagai Tahun Jihad Ekonomi dan menegaskan berlanjutnya kekalahan-kekalahan AS di kawasan.

Rahbar memulai pidatonya dengan mengucapkan selamat tahun baru Nouruz bagi bangsa Iran dan bangsa-bangsa yang merayakannya. Setelah itu, Rahbar menyinggung keberhasilan-keberhasilan bangsa Iran pada tahun 1389 HS di bawah slogan "Tekad Ekstra dan Upaya Ekstra." Rahbar dalam pidatonya menyinggung langkah-langkah yang sudah ditempuh pada tahun 1389 HS seperti sains dan teknologi, subsidi terarah, sikap tegas dan cerdas dalam mereaksi sanksi Barat.

Dalam bagian pidatonya, Rahbar juga menekankan persatuan para pejabat Republik Islam Iran.

Dikatakannya, "Ini adalah skenario besar musuh untuk menciptakan perpecahan internal. Mereka tengah menempuh berbagai cara dengan alasan suku, madzhab, kecenderungan politik dan lain-lain." Kemudian Rahbar menambahkan, "Beruntung sekali bahwa bangsa Iran sadar, dan bahkan semua pihak menunjukkan kecintaan mereka atas sistem demokrasi agama yang menjadi kebanggaan bangsa Iran, saat ini. Untuk itu, semua elemen bangsa harus bersatu dan solid."

Rahbar juga menasehati para pejabat supaya tidak menyampaikan keluhannya kepada masyarakat umum, meskipun keluhan itu benar. Menurut Rahbar, menyampaikan keluhan di hadapan masyarakat dapat menghantam persatuan bangsa.

"Saya memperingatkan masalah ini dengan serius, kepada para pejabat negara, " tegas Rahbar.
Lebih lanjut Rahbar juga menyinggung perkembangan terbaru di kawasan. Dikatakannya, perkembangan terbaru di kawasan seperti Mesir, Tunisia, Libya, Bahrain merupakan masalah penting di dunia Arab dan Islam yang menunjukkan kebangkitan Islam. Rahbar mengatakan, ada dua unsur mendasar dalam perkembangan terbaru di kawasan. Kedua unsur itu adalah partisipasi fisik masyarakat dan gerakan ke arah agama. Rahbar menambahkan, "Partisipasi fisik masyarakat di kancah adalah peristiwa yang pernah terjadi pada Revolusi Islam Iran. Sementara itu, partai-partai dan para analis tidak dapat melakukan apapun."

"Kemuliaan dan kehormatanlah yang menyebabkan masyarakat Mesir, Tunisia dan negara-negara lain turun ke jalan -jalan. Sebab, harga diri mereka dilukai tangan-tangan rezim lalim, " jelas Rahbar.

Rahbar menyinggung langkah-langkah diktator Hosni Mubarak yang bersedia menyertai Rezim Zionis Israel dalam memblokade Jalur Gaza. Dikatakannya, "Masyarakat Mesir terluka ketika menyaksikan presiden mereka mewaliki Zionis Israel melakukan kriminalitas yang terburuk."

Rahbar mengatakan, kebangkitan Islam di kawasan akan membuahkan hasil karena itu adalah janji ilahi. Kemudian Rahbar juga menyebut AS sebagai pihak hipokrit yang sebenarnya.

Menyingggung agresi Barat ke Libya, Rahbar mengatakan, "AS dan Barat mengklaim sebagai pendukung warga dan memasuki Libya dengan menggelar operasi militer. Pada kenyataannya, klaim semacam ini sama sekali tak dapat diterima. Jika benar-benar merasa kasihan, mereka tidak membiarkan masyarakat Libya yang dibombardir dalam sebulan terakhir ini. Sekarang, mereka ingin melibatkan diri. AS dan Barat bukan membela masyarakat Libya, tapi mencari minyak di negara ini."

Rahbar juga menyinggung gejolak di Bahrain dan menyebutnya sebagai peristiwa yang sama seperti gejolak di negara-negara kawasan. Dikatakannya, "Masalah Bahrain tidak berbeda dengan masalah Mesir, Tunisia dan Libya. Sebab, masyarakat di Bahrain juga mengalami perlakuan pemerintah yang tak menghiraukan hak-hak mereka."

"Tuntutan mereka hanyalah menggelar pemilu yang setiap satu suara sama dengan satu orang. Apakah ini tuntutan yang berlebihan?!! " jelas Rahbar.

Rahbar juga menjelaskan, Barat menggunakan kesempatan di Bahrain sebagai isu Sunni dan Syiah. Dikatakannya, "Karena Syiah, masyarakat Bahrain tak patut dibela dan didukung. Televisi-televisi yang menyiarkan detail peristiwa di kawasan, namun tak memberitakan pembantaian massal di Bahrain."

"Sejumlah politisi dan kolomnis di negara-negara Teluk Persia mengeluarkan pernyataan-pernyataan kosong dan menganggap masalah Bahrain sebagai masalah Sunni-Syiah. Padahal masalahnya bukanlah demikian. Masalahnya adalah aksi protes sebuah bangsa atas kezaliman yang ada. Masalah Bahraian tidak berbeda dengan masalah Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman, " jelas Rahbar.

Rahbar menambahkan, "Mengapa bangsa Iran membela bangsa Bahrain? Bangsa Iran membela semua bangsa yang tertindas. Kami selama 32 tahun mendukung bangsa Palestina. Adakah negara yang membela bangsa Palestina seperti Iran?!! Apakah bangsa Palestina bermadzhab Syiah?!! Terkait Gaza, masyarakat Iran benar-benar berusaha keras membantu bangsa tertindas Gaza. Bahkan para pemuda Iran mendatangi bandara supaya diberangkatkan ke Gaza dan berperang terhadap Israel. Masyarakat Iran menunjukkan solidaritas yang luar biasa kepada Gaza, Palestina, Tunisia dan Mesir. Padahal mereka bukan Syiah. Ini bukan masalah Sunni dan Syiah. Akan tetapi AS dan Barat berupaya mengangkat masalah Bahrain sebagai isu Sunni-Syiah."

Di penghujung pidatonya, Rahbar menyatakan bahwa intervensi militer Arab Saudi terhadap Bahrain adalah langkah keliru. Dikatakannya, "Langkah ini menyebabkan Arab Saudi dibenci masyarakat dunia."

Lebih lanjut Rahbar menjelaskan,"Jika AS dibenci masyarakat di kawasan, maka itu tidaklah terlalu penting karena jarak AS yang sangat jauh dengan kawasan. Akan tetapi jika Arab Saudi dibenci di masyarakat kawasan, maka itu adalah kerugian yang besar. Untuk itu, Arab Saudi telah melakukan kesalahan dan negara manapun yang melakukan langkah ini juga akan dihadapkan pada kekeliruan yang sama."

(IRIB-Indonesia/andikfn/ABNS)