Oleh: Ust. Candiki Repantu
Salah satu isu yang sering digunakan oleh orang-orang yang berpandangan negatif terhadap syi'ah adalah "Syi'ah mengkafirkan sahabat Nabi Saww". Hal ini juga dilakukan oleh para penulis buku panduan "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI)" yang ditulis oleh beberapa anggota MUI (2013). Dalam buku tersebut tertulis :
“Ulama syi’ah lainnya, al-Kulaini mengatakan bahwa seluruh sahabat itu murtad setelah Nabi saw wafat, kecuali tiga orang, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghiffari, dan Salman al-Farisi.” (hal. 33)
Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :
Ini adalah salah satu hadis yang sering dipropagandakan kelompok anti syiah tapi dengan menyelewengkan maknanya. MMPSI juga melakukan teknik ini, sebagaimana kita lihat pada kasus-kasus sebelumnya. Dan kini MMSImegulanginya lagi dalam kasus “mutadnya sahabat” yang mana MMPSI memotong bagian akhir riwayat ini. Agar bisa kita memahami lebih utuh maksud riwayatnya, maka mari kita perhatikan redaksi lengkapnya :
حنانٌ عن أبِيهِ عن أبِي جعفَرٍ عليه السلام قَالَ كَانَ الناس أهلَ رِدةٍ بعدالنبِي صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثلَاثَةً فَقلْت ومنِ الثَّلَاثُة فَقَالَ الْمِقْداد بن الْأَسود وأبو ذَرالْغِفَارِي وسلْما ن الْفَارِسِي رحمُة اللَّهِ وبركَاته علَيهِم ثم عرف أناس بعد يسِيرٍ وقَالَ هؤلَاءِالَّذِين دارت علَيهمالرحىوأبواأنْيبايِعواحتىجاءُوابِأَمِيرِالْمؤمِنِين عليه السلام مكْرهاً فَبايعوذَلِك قَو ل اللَّهِ تعالَى وما محمدإِلَّا رسولٌ قَدخلَت مِن قَبلِهِ الرسل أ فَإِنْ مات أوقُتِلَ انقَلَبتم على أعقابِكم ومن ينقَلِب على عقِبيهِ فَلَن يضراللَّه شيئاً وسيجزِي اللَّه الشاكِرِين.
“Hannan dari ayahnya, dari Abu Ja‘far as yang berkata: “Sesungguhnya manusia adalah ahli riddah (murtad) setelah Nabi saaw wafat kecuali tiga orang. Maka aku (perawi) berkata : ‘Siapa ketiga orang itu?’ Maka beliau as berkata : ‘Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi ra.Kemudian diketahui manusia (kembali) sesudah itu. Beliau as berkata: Mereka itulah yang menghadapi segala kesusahan dan tidak memberikan ba’iat (kepada Abu Bakar) sehingga mereka mendatangi Amirul Mukminin as yang dipaksa, lalu beliau pun memberi ba’iat (kepada Abu Bakr). Allah berfirman “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur (Q.S. Ali Imran: 144).”. (Raudhah al-Kafi, hal. 245, no. 341).
Hadis di atas tidak bisa dijadikan hujjah, karena terputus sanadnya, sebab hadis ini diriwayatkan langsung dari Hannan dari ayahnya dari Abi Ja’far as, sedangkan Syaikh al-Kulaini tidak pernah bertemu dengan Hannan, karena antara hidup Hannan dan Syaikh al-Kulaini sangat jauh. Namun terdapat hadis-hadis yang semisalnya yang diakui sahih.
Namun begitu, terlepas dari kualitas hadis tersebut, pada dasarnya hadis ini memiliki konteks tertentu tentang kondisi awal-awal yang dihadapi oleh Imam Ali pasca wafatnya Rasul saaw. Yakni pengingkaran sahabat akan kepemimpinan Imam Ali dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Saat itu, Imam Ali dan keluarganya serta para pengikut setianya tidak berbai’at kepada Khalifah Abu Bakar. Mereka berkumpul di rumah Imam Ali sebagai bentuk penolakan atas kekhalifahan Abu Bakar. Mereka bertekad membai’at Imam Ali sebagai khalifah sesuai dengan pesan Nabi saaw. Jumlah mereka mencapai 40 orang. Mengetahui adanya perkumpulan di rumah Imam Ali as, maka Umar bin Khattab dan kawan-kawan mendatangi rumah Imam Ali as (rumah Sayidah Fatimah) untuk memaksa mereka bai’at. Pasca penyerangan rumah Imam Ali as, Imam Ali as dan Sayidah Fatimah meminta mereka bubar dan meminta komitmen mereka dengan memerintahkan mereka untuk datang lagi besok sambil mencukur kepala. Tetapi, esok harinya, tidak ada yang datang kecuali tiga orang tersebut yakni Salman, al-Miqdad, dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sedangkan Ammar terlambat datang, dan kemudian setelah Ammar menyusul sahabat-sahabat lainnya, seperti disebutkan riwayat-riwayat berikut ini :
عن عمرو بن ثابت قال: سمعت أبا عبدالله عليه السلام يقول: إن النبي صلى الله عليه وآله لما قبض ارتد الناس على أعقابهم كفارا إلا ثلاثا: سلمان والمقداد، وأبوذر الغفاري، إنه لما قبض رسول الله صلى الله عليه وآله جاء أربعون رجلا إلى علي بن أبي طالب عليه السلام فقالوا: لا والله لا نعطي أحدا طاعة بعدك أبدا، قال: ولم؟ قالوا: إنا سمعنا من رسول الله صلى الله عليه وآله فيك يوم غدير [ خم ]، قال: وتفعلون؟ قالوا: نعم قال: فأتوني غدا محلقين، قال: فما أتاه إلا هؤلاء الثلاثة، قال: وجاءه عمار بن ياسر بعد الظهر فضرب يده على صدره، ثم قال له: مالك أن تستيقظ من نومة الغفلة، ارجعوا فلا حاجة لي فيكم أنتم لم تطيعوني في حلق الرأس فكيف تطيعوني في قتال جبال الحديد، ارجعوا فلا حاجة لي فيكم
“Dari Amru bin Tsabit berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata: Sesungguhnya setelah Nabi saaw wafat, maka manusia murtad kecuali tiga orang yakni Salman, al-Miqdad dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sesungguhnya setelah Rasulullah saaw wafat, datanglah empat puluh orang lelaki kepada Ali bin Abi Talib as. Mereka berkata: Tidak, demi Allah! Selamanya kami tidak akan menaati sesiapapun melainkan engkau. Beliau as berkata: Kenapa? Mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengar Rasulullah saaw menyampaikan tentang engkau pada hari Ghadir (Khum). Beliau as berkata: Apakah kamu semua akan melakukannya? Mereka berkata: Ya. Beliau a.s berkata : Datanglah kamu besok dengan mencukur kepala. Amru berkata : Tidak datang kepada Ali as kecuali mereka bertiga. Amru berkata: ‘Ammar bin Yasir datang setelah Zuhur. Beliau as memukul tangan ke atas dadanya dan berkata kepada Ammar : ‘Kenapa anda tidak bangkit daripada tidur kelalaian? Kembalilah kamu, kerana aku tidak memerlukan kamu. Jika kamu tidak menaati aku untuk mencukur kepala, lantas bagaimana kamu akan mentaati aku untuk memerangi gunung besi! Justeru kembalilah kamu, aku tidak memerlukan kamu.” (Syaikh Mufid, al-Ikhtisas jilid 1, hal. 6; lihat juga Tarikh al-Ya’qubi jilid 2, hal.126; Bihar al-Anwar jilid 22, hal. 341 dari Imam Baqir).
Dalam riwayat lain dikatakan setelah Ammar datang, kemudian disusul datang tiga orang lagi sahabat lainnya yakni Abu Sasan al-Anshari, Syutairah (atau disebut ditempat lain Hudzaifah), dan Abu Amrah, sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 7, 11-12 no. 14 dan 24). Misalnya riwayat berikut ini :
“Abu Bakar al-Hadrami berkata, Abu Ja’far as berkata:… Manusia telah murtad kecuali tiga orang yakni Salam, Abu Dzar, dan Miqdad. Bekrta Abu Bakar, “Aku berkata bagaimana dengan Ammar?” Beliau berkata, “Ammar berpaling, tetapi kemudian kembali…. Kemudian orang-orang bertaubat setelah itu, orang pertama yang bertaubat adalah Abu Sasan al-Anshari, Abu ‘Amrah, dan Syutirah (Huzaifah). Jumlahnya menjadi tujuh orang. Tidak ada yang mengetahui hak Amirul Mukminin kecuali tujuh orang tersebut.” (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 11-12, no. 24).
Dengan memahami kisahnya secara utuh, maka dapatlah dipahami apa yang dimaksud dengan “semua manusia (sahabat) murtad kecuali tiga orang” yakni semua mengingkari dan meninggalkan Imam Ali as saat mereka diminta hadir dengan mencukur kepala, kecuali tiga orang yakni Salaman, Miqdad, dan Abu Dzar. Jadi, hadis ini bukan mengatakan para sahabat Nabi murtad dalam makna keluar dari agama Islam dan kembali menyembah berhala. Selain itu, jika kita merujuk pada banyak riwayat-riwayat lainnya, selain itu membatasi pada tiga sahabat itu saja yang mendukung Imam Ali as juga tidak bisa dibenarkan, karena masih banyak riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan para sahabat setia Imam Ali as dan mendukungnya seperti Ammar bin Yasir, Abbas paman Nabi, Abu sasan, Huzaifah, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah al-Anshari, Hujur bin Adi, dan lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab syiah maupun sunni.
Dengan demikian, maka tuduhan bahwa syiah mengafirkan sahabat Nabi tidaklah valid. Syiah tidak menyatakan para sahabat kafir (keluar dari Islam), karena tidak ada dalil bahwa mereka keluar dari Islam. Bahkan Imam Ali salat dan bergaul dengan mereka. Tetapi syiah berbeda dalam menyikapi “keadilan sahabat”. Jika sunni memberikan predikat adil bagi seluruh sahabat, maka syiah tidak. Di kalangan sahabat ada yang tidak adil. Namun begitu, dilarang mencaci sahabat dan isteri Nabi. Imam Khamenei berfatwa, “Diharamkan menghina simbol-simbol (orang yang diagungkan) saudara-saudara kita Ahlussunnah, dan tuduhan terhadap istri Nabi saaw dengan hal-hal yang mencederai kehormatannya.” (lihat ulasan fatwa Sayid Ali Khamenei ini dan dukungan para ulama Ahlussunnah dan syiah atas fatwa tersebut dalam Muhammad Hasan Tabara’iyan dan Muhammad Mahdi Tashkiri, Fatwa ResmiSyiah Terhadap Simbol Ahlussunnah, Jakarta : Nur al-Huda, 2012).
Adapun riwayat syiah di atas atau lainnya, dan juga riwayat-riwayat sunni yang secara tekstual menyebutkan kekafiran atau kemurtadan sahabat, bukanlah dipahami bermakna sahabat keluar dari Islam. Tetapi, para sahabat, ingkar dari kepemimpinan Ali pasca wafatnya Nabi. Mir Damad dalam kitab Nibras al-Dhiyah menyebutkan murtad disini bermakna menyimpang dari barisan dan merampas hak dari ahlinya.Imam Khumaini menjelaskan,“Yang dimaksud dengan murtad dalam riwayat-riwayat ini bermakna pelanggaran terhadap ikrar kepemimpinan, bukan bermakna murtad dari Islam”. Ayatullah Ja’far Subhani berkata, “Yang dimaksud dengan murtadnya sahabat adalah berpaling dari kepimpinan Ali, bukan keluar dari Islam.
Setelah penjelasan para ulama syiah ini, tidaklah layak memaksakan prasangka dan menuduh syiah mengkafirkan sahabat Nabi.
(Perpustakaan-Kajian-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar