Oleh: Ust. Candiki Repantu
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan pergiliran malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk ulil al-bab. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring, dan senantiasa berpikir akan penciptaan langit dan bumi, (dan mereka berkesimpulan) Ya Tuhan kami, tiada kebatilan pada ciptaan ini, Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari sikasa api neraka.” (Q.S. Ali Imran : 190-191).
Allah swt telah menetapkan dua hujjah bagi manusia, yang pertama di luar diri manusia yakni wahyu (al-Quran dan kenabian), sedangkan yang kedua di dalam diri manusia yaitu akal. Islam sebagai agama yang diyakini kesempurnaannya sudah selayaknya memberikan tempat kepada keduanya.
Wahyu merupakan sumber utama Islam. Ia menjadi inspirasi dan bahan yang tak pernah lapuk ditelan masa atau rapuh dimakan usia. Kandungan al-Quran tidak terbatas, karena pemahaman atasnya akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Al-Quran adalah ayat Allah yang tersurat dan alam adalah ayat Allah yang terbentang, maka keduanya akan selalu selaras, serasi, dan sepadan. Penelitian kepada alam akan menghasilkan pemahaman baru kepada al-Quran, sedangkan pengkajian terhadap al-Quran akan memberi pijakan dan bahan dasar bagi penelitian alam semesta. Untuk itu, segala sesuatu yang dapat menghantarkan kita kepada pemahaman al-Quran yang baik haruslah kita pelajari sebagaimana pentingnya sarana dan ilmu pengetahuan untuk memahami alam semesta. Inilah keakraban wahyu dan akal dalam Islam.
Dengan semikian, wahyu dan akal akan benar-benar berfungsi sebagai hujjah bagi kekuatan Islam yang menjadi agama masa lalu, masa kini dan masa depan. Dengan keduanya kita akan mampu menjawab berbagai problematika zaman yang semakin nyata melindas manusia untuk lebih jauh dari nilai-nilai spiritual.
Bagi sebagian pemikir, agama mulai terpinggirkan bahkan nyaris menemui kematian, yang salah satu sebab utamanya adalah apa yang disebut dengan saintisme . Selain itu virus-virus modernisme, materialisme, sekularisme, dan banyak lagi lainnya yang telah menjadi corak hidup masyarakat sekarang, jelas merupakan ancaman besar yang tidak bisa kita nafikan keberadaannya. Seluruh agama merasakan bahayanya, dan merespon sesuai dengan tingkat pemahamannya. Tak terkecuali Islam, seperti dikatakan Shabbir Akhtar bahwa akhir-akhir ini muncul gerakan-gerakan menentang tatanan semi sekuler yang semakin bertambah kuat. Semua tujuan gerakan tersebut adalah kejayaan monopoli Islam; banyak dari gerakan tersebut menimbulkan antusiasme temporer sebelum berakhir di keranjang sampah sejarah.
Walaupun kritik di atas tidak lebih ingin menunjukkan suatu realitas, namun bukan berarti sikap optimis kita mesti pudar. Sebab bagaimanapun, Islam jika dipotensikan dengan baik akan mempunyai kesanggupan mendamaikan agama dan sains, wahyu dan akal. Namun, jika kita gagal, maka Islam tak lebih dari sekedar agama yang ‘dikeramatkan’.
wallahu a'lam
(Medan, 5 Ramadhan 1430 H)
(Perpustakaan-Kajian-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar