Pengajaran khususnya dalam masalah fikih dengan cara praktek langsung adalah bagus dan lebih berkesan! Mungkin karena itu, Siti Aisyah melakukannya. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Abu Salamah, ia berkata:
باب الغسل بالصاع ونحوه حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثني عبد الصمد قال حدثني شعبة قال حدثني أبو بكر بن حفص قال سمعت أبا سلمة يقول دخلت أنا وأخو عائشة على عائشة فسألها أخوها عن غسل النبي صلى الله عليه وسلم فدعت بإناء نحوا من صاع فاغتسلت وأفاضت على رأسها وبيننا وبينها حجاب “”
“Aku bersama saudara Aisyah menemui Aisyah (di rumahnya), lalu ia bertanya kepada Aisyah bagaimana Nabi saw. mandi? Maka ia meminta disiapkan se-ember air lalu ia mandi dan menuangkan air ke kepalanya. Sementara antara kami dan dia ada hijab.” (Shahih Bukhari, Kitabul Ghusl, Bab al Ghusl Bish Shoo’i Wa Nahwihi/Kitab tentang Mandi, Bab Mandi Janabat dengan air satu Sha’ dan semisalnya. hadis dengan nomer:248)
Hadis ini dapat anda lihat juga di situs Kementrian Agama Saudi Arabia disini:
http://hadith.al-islam.com/Page.aspx?pageid=192&BookID=24&TOCID=178
Ibnu Jakfari Berkata:
Para penysrah Bukhari segera menyambut gembira apa yang dilakukan Siti aisyah itu. Mereka segera mengatakan bahwa mengajarkan sebuah masalah dengan langsung praktek itu adalah mustahab/baik dan dianjurkan! Qadhi Iyâdh (seorang Fakih bermazhab Maliki) menegaskan bahwa yang tanpak dari riwayat itu bahwa kedua pria itu menyaksikan langsung apa yang dikerjakan Aisyah dan memandang kepala Aisyah dan bagian atas badannya yang masih halal dilihat oleh kaum pria yang masih mahram (ada hubungan kekerabatan baik secara nasab ataun karena saudara sesusu_pen), sebab Aisyah adalah Khalah (saudara dari sisi ibu) Abu Salamah. Abu Salamah disusui oleh Ummu Kultsum saudara Aisyah.
Bagian tubuh yang Aisyah tutupi hanyalah bagian bawah saja yang haram dilihat muhrim! Ia menambahkan, “Jika tidak demikian, maka apa yang dilakukan Aisyah itu tidak ada artinya. Dan pada apa yang dilakukan Aisyah itu terdapat disunnahkannya mengajar dengan praktik langsung”. Kerena ia lebih berkesan. Status Abu Salamah yang dikatakan oleh Qadhi Iyâdh sebagai keponakan sesusu mengingatkan kita kepada sebuah fatwa Aisyah yang sangat kontroversial, di mana Aisyah membolehkan seorang pria dewasa (walaupun sudah berjenggot sekali pun) untuk menyusui (langsung atau tidak) kepasa seorang wanita ajnabiyah/asing. Dan dengan demikian ia sah menjadi anak sesusu/radhâ’ah. Fatwa Aisyah itu ditentang oleh istri-istri Nabi lainya. Mereka tidak mau melakukannya dan tidak menganggapnya dapat menjadikan pria asing itu sebagai keluarga!
Terlepas dari benar atau tidaknya apa yang dikatakan Qadhi Iyâdh tentang status Abu Salamah, saya hendak bertanya kepada Anda:
1. Jika ada kaum pria datang menemui istri Anda dan bertanya bagaimana cara mandi jenabat menurut Islam, lalu istri Anda mengajarkan dengan cara seperti apa yang dilakukan siti Aisyah, apa kira-kira sikap Anda?
2. Ibnu Hajar dan Qadhi Iyadh membongkar bahwa Abu Salamah termasuk yang disusui oleh saudari Aisyah yang bernama Ummu Kultsum (tentunya di kala Abu Salamah sudah dewasa, bukan di saat bayi)! Aisyah membuka bagian atas tubuhnya sementara bagian bawahnya beliau tutup. Bagaimana menurut pandangan Anda?
3. Apakah anda percaya bahwa Nabi saw. pernah bersabda, “Ambillah separoh agamamu dari Humairâ’! maksud beliau adalah Aisyah?! Atau jangan-jangan hadis itu adalah kepalsuan belaka demia menjunjung nama Siti Aisyah ra.?!
4. Bukankah riwayat-riwayat seperti ini jelas-jelas menghina Siti Aisyah ra.?! Lalu mengapakan Kaum Wahhabi dan Nashibi selelu menuduhkaum Syi’ah sebagai yang menghina Siti Aisyahdengan tujuan mengadu domba dan menyulut perpecahan dan permusuhan antara Dua Kelompok Besar Umat Islam!
(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar