Rabu, 07 Desember 2016

Ormas Stress! Dinilai Gunakan Tempat Umum, Ormas ‘Bubarkan’ KKR Natal di Bandung


Ormas yang menamakan dirinya Pembela Ahlusunnah (PAS) memasuki gedung Sabuga, Bandung, dan menghentikan kegiatan latihan paduan suara panitia kebaktian dan jemaat Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Menurut kronologi yang dirilis beritasatu.com (7/12), perwakilan ormas, Mohammad Roin Balad, memaksa panitia mengakhiri acara dengan alasan kegiatan kebaktian harus digelar di gereja, bukan gedung umum.

“Ketika KKR mereka mengundang juga agama lain selain Kristen. Sedangkan dalam SKB tiga menteri sudah jelas bahwa sebuah keyakinan agama tidak boleh mengundang atau mengajak agama lain ke kegiatan agamanya. Apalagi dilakukan secara massive dan terbuka seperti ini,” kata Mohammad Roin Balad di Bandung, seperti dikutip Jaringan Kantor Berita Radio, Selasa (6/12).

Dua jam sebelum pembubaran, Pendeta Stephen Tong berkoordinasi dengan pejabat Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Bandung bernama Iwan dan petugas Polrestabes Bandung Ipda Edy serta Ipda Kasmari tentang aspirasi massa PAS agar Gedung Sabuga tidak dipakai dalam acara kebaktian.

Stephen akhirnya meminta waktu selama 45 menit untuk membahasnya dengan para jemaat yang sudah terlanjur masuk gedung.

Mencoba memediasi, Kesbangpol Bandung pun memberikan penjelasan kepada perwakilan PAS atas permintaan Stephen Tong tersebut. Meski demikian, tidak lama kemudian massa PAS yang berkumpul di jalan masuk menuju gedung Sabuga menyampaikan akan memberikan waktu sampai pukul 18.00 agar panitia KKR meninggalkan gedung sabuga.


Selain dilakukan di tempat umum, pelaksanaan KKR Natal 2016 di Sabuga ITB itu dianggap belum mendapatkan izin dari Kementerian Agama serta lembaga hukum lainnya dan tidak sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.

“Mereka asalnya mengaku akan menggelar acara jam 18.30 WIB tapi tahunya digelar jam 13.00. Itu kan sudah berdusta,” kata Roin.

Perwakilan penyenggara KKR Natal 2016, Tjoeng menjelaskan penggunaan Sabuga ITB lantaran tempat ibadah yang dimilikinya kecil dan tidak bisa menampung massa. Dia meminta maaf jika kegiatan tersebut dinilai berdampak negatif.

Dalam penjelasannya di hadapan seluruh jemaat Pendeta Stephen Tong menyatakan adanya hal itu menjadi pelajaran bagi setiap penyelenggaraan ibadah yang akan dilakukan. Stephen menyebutkan pula dengan adanya hal tersebut, tidak boleh menyurutkan rasa cinta kasih terhadap sesama.

“Jangan sampai membenci dan harus mengevaluasi tentang hal ini. Dan harus mencintai dengan orang yang saat ini melarang kita,” kata Stephen seperti dikutip KBR. []

(ISimalungun/Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

0 komentar: