Tanggal 8 Rabiul Awal tahun 260 Hijriah, Imam Hasan Askari as, cucu Raulullah Saw generasi ke-9, gugur syahid di kota Samara, Irak. Imam Hasan Askari lahir di Madinah pada tahun 232 Hijriah. Ayah beliau adalah Imam Hadi, imam ke-9 kaum muslimin. Setelah Imam Hadi gugur syahid, Hasan Askari as mengemban tugas untuk melanjutkan tampuk keimamahan kaum muslimin.
Kehidupan dan metode perjuangan setiap dari Ahlul Bait Rasulullah Saw merupakan satu bagian dari puzzel yang saling melengkapi yang terejawantahkan dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang ada. Imam Hasan Askari as lahir di kota Madinah, tapi peristiwa yang terjadi memaksa beliau mengikuti ayahnya Imam Hadi as yang diperintahkan penguasa Dinasti Abbasiah untuk meninggalkan kota Madinah.
Imam Hasan Askari as terpaksa tinggal di kota Samara, yang waktu itu menjadi ibukota kekuatan Dinasti Abbasiah.
Para penguasa Bani Abbasiah di masa itu begitu menekan Imam Hadi as dan anaknya Imam Hasan Askari as. Tujuan asli tekanan yang dilakukan itu dimaksudkan agar masyarakat menjauhi Imam.
Oleh karena itu, pasca Imam Shadiq as, seluruh Imam hidup dalam pengasingan dan menemui syahadah jauh dari kota Madinah. Bahkan boleh dikata, di antara para Imam yang hidup di masa kekuasaan Bani Abbasiah, tiga Imam; Imam Muhammad at-Taqi, Imam Ali an-Naqi dan Imam Hasan Askari as harus melewati kehidupan mereka dalam kondisi yang paling sulit.
Pemerintah Abbasiah punya dua alasan penting untuk membatasi ruang gerak Imam Hasan Askari as.
Pertama, posisi khusus Ahlul Bait di tengah masyarakat Islam, khususnya di tengah-tengah warga Irak. Posisi ini membuat khawatir pemerintah.
Oleh karenanya, para khalifah Bani Abbasiah berusaha memenjarakan para Imam dan menerapkan kontrol secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi guna mencegah kebangkitan pengikut Imam Ali as lewat kepemimpinan mereka.
Kedua, banyak hadis mutawatir yang menjelaskan tentang Imam Zaman dan Penyelamat Manusia.
Riwayat-riwayat ini menyebutkan Sang Mujaddid dan Penyelamat ini merupakan anak Imam Hasan Askari as. Sang Penyelamat inilah yang akan mencabut akar kezaliman dan penindasan serta melengserkan para penguasa lalim. Dari sini, penguasa Abbasiah dengan segala cara berusaha mengontrol Imam Hasan Askari dan keluarganya guna mencegah lahirnya Sang Penyelamat. Imam Hasan Askari as terpaksa memilih tinggal di kawasan militer di kota Samara.
Kondisi kawasan ini dibuat sedemikian rupa sehingga Imam tidak dapat dengan mudah melakukan hubungan dengan sahabat dan pengikutnya. Selama 6 tahun menjabat sebagai Imam, sekalipun tekanan yang diterapkan pemerintah Bani Abbasiah begitu keras, tapi Imam Hasan Askari tetap dapat menjelaskan ajaran Islam. Tidak hanya itu, Imam juga melindungi agama dari bidaah dan penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat Islam. Metode yang dilakukan Imam dalam kondisi yang sulit ini menunjukkan tidak ada seorangpun yang dapat menghalangi beliau menjalankan tugasnya sebagai pemimpin spiritual yang menuntun manusia.
Kontrol yang begitu ketat dari penguasa Bani Abbasiah tidak mampu mencegah beliau mengajarkan agama. Beliau bahkan mampu mendidik murid-murid hebat di pelbagai bidang keagamaan. Syeikh Thusi mencatat ada lebih dari 100 murid yang berhasil dididik beliau dalam kondisi yang sulit. Imam Hasan Askari dalam kontrol ketat penguasa Bani Abbasiah mampu menciptakan jaringan penghubung dengan para pengikut Ahlul Bait.
Beliau memilih wakil-wakil khusus dan berhubungan dengan mereka dan masyarakat Islam lewat surat-menyurat. Jaringan penghubung ini sangat tertutup dan hanya para pengikut setia Imam yang mengetahui adanya jaringan ini. Sebagai contoh, Utsman bin Said, seorang sahabat penting Imam selalu mendatangi beliau dengan menyamar sebagai penjual minyak.
Imam Hasan Askari as menyimpan sebagian surat yang ditujukan kepada wakil-wakilnya di tempat minyak milik Utsman bin Said. Dalam kondisi ditekan sedemikian rupa oleh penguasa Bani Abbasiah, Imam Hasan Askari as tetap mendorong para pengikutnya dan memperkuat semangat mereka, terutama para sahabat dekat dan orang-orang penting. Dalam suratnya yang ditujukan kepada Ali bin Husein bin Babawaih al-Qummi, Imam Hasan Askari as menggunakan ungkapan sebagai berikut, "Wahai pribadi besar dan faqih kepercayaanku! Bersabarlah!
Ajaklah para pengikutku untuk juga berlaku sabar!
Bumi adalah milik Allah. Setiap orang yang dikehendaki Allah bakal dijadikan pewaris bumi. Akhir yang baik hanya menjadi milik orang-orang yang bertakwa. Salamku dan rahmat serta berkah Allah kepadamu dan para Syiahku. (Manaqib jilid 4, halaman 425).
Satu langkah cerdas Imam Hasan Askari as di masa sulit dan tekanan Bani Abbasiah adalah mempersiapkan para pecinta Ahlul Bait memasuki periode kegaiban.
Pada hakikat, jaringan perwakilan yang dibentuk oleh Imam dengan sendirinya mengurangi intensitas masyarakat bertemu dengan beliau. Sudah terbiasa tidak melihat Imam mereka, membuat masyarakat secara perlahan-lahan siap memasuki periode kegaiban Imam Mahdi af. Hari syahadah Imam Hasan Askari yang kita peringati saat ini berdekatan dengan tahun kedatangan Imam Khomeini ra ke Iran setelah menjalani pengasingan selama 15 tahun di luar negeri. Tak syak, satu dari sikap penting Imam Khomeini ra yang berpengaruh besar bagi kemenangan Revolusi Islam di Iran adalah mengikuti sejarah dan perilaku Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait as dalam memerangi kezaliman. Tegar menghadapi orang-orang zalim dan tidak menyerah menghadapi mereka merupakan satu hakikat dalam sejarah perjuangan Ahlul Bait.
Bila Imam Hasan Askari as tegar menghadapi meluasnya kefasadan dan bangkit berjuang melawan kemiskinan dan ketidakadilan, maka itu berarti memuat sebuah pesan penting kepada seluruh pencari keadilan di seluruh dunia untuk bangkit melawan setiap kezaliman di muka bumi.
Penyebaran konsep Tawalli dan Tabarri yang berarti mencintai dan membenci karena Allah merupakan konsep yang diterapkan oleh Imam Hasan Askari as. Tawalli artinya bersikap lembut dan menyayangi orang yang mencintai Allah dan tersiksa melihat musuh-musuh Allah. Tawalli bak sebuah kekuatan yang menahan orang mukmin dalam lingkaran kebenaran. Sementara Tabarri berarti memusuhi para musuh Allah. Konsep ini menjauhkan manusia dari keburukan dan jalan kebatilan. Sekaitan dengan sikap umat Islam yang menerima asumsi ini, Imam Hasan Askari as berkata, "Rasa bersahabat dan cinta seorang muslim kepada orang-orang baik bakal mendatangkan pahala untuknya.
Sementara kemarahan dan kebenciannya terhadap orang yang berperilaku buruk menyebabkan orang-orang buruk menjadi terhina." Imam Hasan Askari as dengan daya tarik dan daya tolaknya yang kuat mampu membuat orang-orang yang memiliki fitrah yang suci semakin tertarik dengannya dan pada saat yang sama menjauhkan orang munafik dan kafir darinya. Sekaitan dengan daya tarik beliau, seorang sahabat dekat Imam Hasan Askari as berkata, "Aku belum pernah melihat seorang yang punya pengaruh luar biasa seperti Imam Hasan Askari as. Setiap kali beliau ingin melewati sebuah tempat, maka di situ sudah banyak orang berkumpul. Tempat yang yang akan dilewati beliau menjadi ramai.
Ketika beliau muncul di sana, semua tiba-tiba tanpa dikomando langsung terdiam dan tanpa sadar memberi jalan beliau lewat." Imam Hasan Askari as selama 6 tahun menjadi imam, beliau mengalami tiga penguasa zalim Bani Abbasiah; Mu'taz, Muhtadi dan Mu'tamid. Menghadapi kezaliman mereka, Imam tidak pernah diam. Itulah mengapa beliau berkali-kali dijebloskan ke dalam penjara dan akhirnya akibat ketegaran beliau dan sikapnya yang tidak pernah menyerah menghadapi para penguasa zalim, Imam Hasan Askari as akhirnya mereguk cawan syahadah di usia 28 tahun.
Kini kita simak bersama ucapan penuh hikmah Imam Hasan Askari as di hari syahadahnya: "Saya berwasiat kepada kalian untuk bertakwa dalam agama, berusaha demi Allah semata, jujur, bersikap amanat dan berbuat baik dengan tetangga. Bertakwalah kepada Allah dan jadilah hiasan kami. Perbanyaklah zikir kepada Allah, mengingat mati, membaca al-Quran dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Karena bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw memiliki sepuluh kebaikan. Bila ada di antara kalian yang bertakwa dalam agamanya, jujur dalam ucapannya, amanat dan berakhlak mulia terhadap masyarakat, maka orang yang seperti ini dapat dikatakan sebagai pengikut kami.
Perbuatan seperti ini yang membuatku gembira dan membuatku meminta kalian mempertahankannya. Aku menyerahkan kalian kepada Allah dan salam buat kalian." (Tuhaf al-‘Uqul halam 748 dan 884)
(IRIB-Indonesia/New-Aqr/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar