Rabu, 30 Desember 2015

Berkatalah dengan perbuatan untuk menuju Indonesia Emas (Pelajaran berharga dari Ali bin Abi Thalib)


Oleh: Dr. Nano Warno

Pelajaran berharga dari Ali bin Abi Thalib
Apa yang bisa dicermati dari gaya komunikasi Ahok dan gaya protes rakyat FPI adalah pentingnya seorang pemimpin meyakinkan rakyatnya dengan perbuatan dan bukan sekedar mengobral kata-kata yang dianggap arogan. Begitu juga sekelompok orang di negeri ini tidak bisa seenaknya melakukan tindakan yang anarkis, melawan konstitusi karena akan mencoreng citra rakyat negeri ini yang toleran.

Dan apa yang bisa dikatakan untuk Jokowi dan JK adalah harus secepat mungkin bekerja keras, maksimal dan menggerakan menteri-menterinya untuk bekerja sepuluh kali lipat dengan melibatkan seluruh elemen. Indonesia tidak membutuhkan akrobatik blusukan, pencitraan sederhana atau kata-kata yang bombastis. Indonesia membutuhkan stablitas yang kuat, ekonomi yang kuat, pengusaha yang amanah dan rakyat yang cerdas.

Menjadi pemimpin baik itu lokal, daerah, kota, ibukota atau di negeri ini membutuhkan kualitas dan karakter pemimpin sejati. Pemimpin sejati tidak hanya lahir dari rakyat tapi juga memang memiliki karakter seorang pemimpin ideal. Kualitas seorang pemimpin itu hanya bisa dibuktikan oleh tindakan yang istimewa, yang bisa mengubah keadaan yang ada menjadi lebih baik dan lebih sempurna, yang bisa mengurai konflik dengan bijak,

Indonesia masih kekurangan dengan pemimpin-pemimpin yang terbaik. Indonesia yang majemuk dan dengan segala masalahnya yang komplek membutuhkan seorang pemimpin visioner, yang berani melakukan tindakan-tindakan yang tepat dengan pendekatan yang bijak, terobosan-terobosan yang bermanfaat untuk kepentingan rakyat dari segala dimensinya.

Imam Ali telah memberikan contoh yang baik dalam hal perhatiannya kepada umat. Seperti halnya Rasulullah juga yang sangat menyayangi dan selalu memberikan perhatian kepada umatnya. Karena hukumah islamiyah itu sendiri baru bisa berjalan dengan baik jika mendapatkan dukungan umat. Sebab islam itu hanya untuk umat.

Umat itu berbeda tingkatan pengetahuan satu dengan yang lain. Karena itu ketika Abu Sufyan menawarkan jalan untuk merebut kekhilafahan─yang akan menimbulkan fitnah besar di tengah-tengah umatnya, Imam Ali mengatakan demikian :
Wahai orang-orang pecahkan gelombang fitnah dengan perahu-perahu keselamatan dan bendunglah jalan perpecahan dan penggalah mahkota ketakaburan! .

Hal ini juga dijelaskan oleh Imam Shadiq mengapa Amirul Mukminin tidak mendakwahkan dirinya sebagai khalifah di saat-saat itu, beliau menjawab karena khawatir orang-orang akan menjadi murtad dan tidak lagi mau mengucapkan syahadat Muhammad itu utusan Allah swt.

“Aku tidak memberikan tanganku selama aku mengkhawatirkan orang-orang akan meninggalkan Islam dan agama Muhammad saw ini akan menjadi hancur. Aku khawatir jika aku tidak membantu kaum muslimin akan muncul perpecahan atau akar agama ini akan berantakan. “

“Aku tahu bahwa diriku lebih berhak menjadi khalifah dari yang lain, dan demi Allah aku lebih memilih keselamatan kaum muslimin dan jika aku yang menerima ketidak adilan, maka aku lebih mendahulukan kesabaran dan diam, karena mengharapkan pahala orang-orang sabar dan lillah ta’ala dan karena menjauhi kekuasaan yang diperebutkan orang-orang.”


Tidak adat satupun yang kukhawatirkan kecuali gelombang manusia yang datang kepadaku seperti binatang rubah sehingga Hasan dan dan Husain terinjak dan kedua ujung bahuku sobek . Mereka berkumpul di sekitarku bagaikan kawanan kambing. Ketika aku ingin bangkit, satu kelompok menghianatiku dan kelompok lain meninggalkaku dan membangkang diriku, seolah-olah mereka tidak pernah mendengar firman Allah yang mengatakan :
Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.

Dalam kesempatan lain imam Ali as menjelaskan tentang prinsip yang sangat penting yaitu :

Ya Allah, Engkau maha tahu jihad dan perjuangan kami itu bukan untuk mendapatkan kekuasaan, pemerintahan atau untuk harta benda. namun kami ingin menghidupkan kembali ajaran-ajaran agama-Mu, kami ingin memperbaiki negeri-Mu, sehingga orang yang teraniaya menjadi aman dan hukum-hukum yang diabaikan dijalankan kembali.

Demi Allah aku lebih menyukai sendal yang tak berharga ini ketimbang kecuali dengan itu aku dapat menegakkan keadilan dan menolak kebatilan!

Demi Allah, aku akan bersabar selama itu tidak mengganggu kesejahteraan kaum muslimin dan bukan sebuah kezaliman kecuali kepada diriku sendiri.

Dalam kesempatan lain Imam Ali menyatakan bahwa kalau orang lain itu tidak seagama denganmu maka mereka juga masih saudara sesama manusia. dalam hadis lain dikatakan bahwa makhluk-makhluk itu adalah ‘iyal-lullah (keluarga Allah). Jika terhadap yang berbeda saja kita dituntut untuk menghormati martabat manusiawinya maka apalagi jika itu sesama muslim.

al-Quran yang mengatakan :
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat,

..........Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.......

Ali bin Abi Thalib sebagai imam tidak hanya memberikan keberkatan kepada yang mengikutinya tapi juga kepada yang tidak mengikutinya. dan imam itu adalah wasilah bagi siapa saja untuk meraih kedekatan dengan Allah secara maksimal. Imam tidak hanya memberikan pengetahuan dan bimbingan yang benar tapi juga memberikan teladan dan contoh untuk siapa saja.

Imam Ali mengatakan tamtsil diriku adalah seperti pelita yang menerangi kegelapan yang ada di tengah-tengah kalian. Siapa mendapatkan cahayanya akan menemukan jalan. Aku telah mengarahkan kalian pada jalan yang jelas yang tidak akan membinasakannya kecuali orang yang sudah binasa.

Menurut pensyarah Nahjul Balaghah, Din Parwar :
“Hal penting dari peristiwa di atas adalah yaitu tentang kelayakan dalam menangani tugas dan kepantasan . Imam Ali dengan tegas tidak akan menyerahkan sebuah urusan kepada orang yang tidak layak sekalipun itu akan memperkuat posisinya. Ia tidak memilih orang-orang yang tidak pantas untuk menjadi bagian dari pemerintahnya, tapi di saat yang sama beliau juga tidak ingin menghilangkan kebebasan para penentangnya karena itu beliau membiarkan para penentangnya selama tidak mengganggu stabilitas masyarakat.

Imam Ali telah memberikan contoh terbaik tentang toleransi, kebebasan beragama, perhatian terhadap umat siapapun dengan latar belakang apapun, dan yang lebih penting lagi Imam juga mengajarkan agar siapapun yang ingin menjadi pengikutnya harus berusaha lebih keras untuk menjadi jembatan keberkatan bagi umat. Islam ini bukan hanya untuk kepentingan segelintir kelompok dan mazhab, bukan hanya untuk kepentingan kaum muslimin saja dan juga bukan hanya untuk orang-orang shalih saja, tapi islam adalah rahmat dan keberkatan untuk seluruh manusia, seluruh makhluk, hewan-hewan, pepohonan dan benda-benda yang lain. Marilah kita berdoa sebagaian doa Imam Ali Zainal Abidin yang mengatakan, “Ya Allah aku mohon agar aku bisa mencintai-Mu dan mencintai orang-orang yang mencintai-Mu.”

(Ikmal-Online/STI)

0 komentar: